Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fraksi PKS Soroti Beban Utang dan Kualitas Pertumbuhan Ekonomi pada APBN 2024

Anggota DPR RI Abdul Fikri Faqih dalam agenda Rapat Paripurna DPR RI ke-23 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025). foto: ist

SuaraTani.com - Jakarta| Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI menilai bahwa kinerja APBN 2024 secara umum menunjukkan hasil positif, namun masih menyisakan sejumlah catatan serius.

Terutama terkait peningkatan beban utang, kualitas pertumbuhan ekonomi, serta optimalisasi belanja sektor strategis.

“Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tetap menemukan sejumlah kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan ketidakpatuhan terhadap peraturan. Kami mendesak pemerintah menindaklanjuti rekomendasi BPK agar temuan yang sama tidak terus berulang,” ujar Anggota DPR RI Abdul Fikri Faqih.

Hal itu dikatakannya dalam agenda Rapat Paripurna DPR RI ke-23 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025). 

Ia menyampaikan apresiasi atas opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan BPK RI terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2024. Namun, opini tersebut tidak berarti bebas masalah.

Dikatakannya, Fraksi PKS memberi perhatian khusus pada tren peningkatan rasio utang pemerintah terhadap PDB yang naik menjadi 39,81 persen pada akhir 2024, dari sebelumnya 39,21 persen. Tak hanya itu, posisi utang SBN jangka pendek juga melonjak hingga 98,71 persen year-on-year (yoy).

Abdul Fikri juga mengingatkan bahwa kenaikan ini berimplikasi pada semakin besarnya beban pembayaran bunga utang, yang pada 2024 tercatat mencapai Rp488,43 triliun, naik 11,04 persen dibanding 2023. 

Dengan demikian, 19,57 persen belanja pemerintah pusat kini terserap hanya untuk bunga utang, mempersempit ruang fiskal bagi program kesejahteraan rakyat.

Dari sisi makroekonomi, F-PKS memandang realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03 persen pada 2024 masih di bawah target 5,2 persen. Tingkat inflasi nasional yang sangat rendah yakni 1,57 persen, bahkan sempat mengalami deflasi lima bulan berturut-turut, menurut Abdul Fikri, perlu dicermati.

“Kami khawatir ini bukan sekadar inflasi terkendali, tetapi juga sinyal pelemahan daya beli masyarakat yang memukul permintaan industri serta serapan tenaga kerja,” tegasnya.

Di sektor pendidikan, F-PKS menyoroti realisasi belanja pendidikan yang hanya Rp569,08 triliun atau 85,1 persen dari pagu, serta rendahnya komponen pembiayaan pendidikan yang hanya 19,48 persen dari alokasi. 

Abdul Fikri menilai hal ini menunjukkan perencanaan anggaran yang belum sepenuhnya money follow program.

Sementara itu, untuk dana desa, F-PKS mengapresiasi capaian 99,9 persen dari total alokasi Rp71 triliun. Namun, pihaknya juga meminta agar pola earmarked seperti BLT Desa, program stunting, pangan, dan non-earmarked terus disempurnakan untuk memperlancar penyaluran program prioritas.

F-PKS juga mendorong pemerintah memperkuat daya saing industri nasional melalui kebijakan fiskal dan perdagangan yang mendukung ekspor serta substitusi impor, sekaligus memberikan insentif nyata bagi UMKM.

“Surplus neraca perdagangan yang terus tertekan akibat impor harus segera direspons melalui kebijakan pengendalian impor strategis dan penguatan industri lokal,” papar Abdul Fikri.

Terakhir, Abdul Fikri menegaskan bahwa APBN 2024 memiliki posisi yang sangat strategis karena menjadi tahap akhir pelaksanaan RPJMN 2020-2024 sekaligus fondasi bagi pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai visi Indonesia Maju 2045.

“Pandangan Fraksi PKS ini kami harap dapat menjadi perhatian pemerintah dan dibahas lebih mendalam pada tahapan berikutnya,” pungkasnya. * (jasmin)