Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Petani Penghasil Beras Kuku Balam Hamparan Perak Berharap Bantuan Combine Harvester

Ketua Kelompok Tani Karya Makmur, M Yusuf Batubara, menunjukan gabah kering giling varietas kuku balam hasil panennya pada bulan Februari lalu, Selasa (23/3/2021) di Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deliserdang. suaratani.com - junita sianturi
 

SuaraTani.com – Hamparan Perak| Para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Karya Makmur di Desa Paluh Kurau, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deliserdang, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), berharap pemerintah melalui instansi terkait dapat memberikan bantuan alat combine harvester.

“Selama ini, kami masih menggunakan alat mesin thresher sebagai mesin perontok padi kami. Dan, hasilnya tidak maksimal, tidak seperti mesin pemanen combine harvester atau kami sebut odong-odong,” kata Ketua Kelompok Tani Karya Makmur, M Yusuf Batubara, kepada SuaraTani.com, Selasa sore (23/3/2021) di Paluh Kurau.

Menurut Yusuf, dengan adanya combine harvester  dapat meningkatkan nilai jual gabah petani yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani. Karena, dengan alat pemanen odong-odong gabah yang dihasilkan jauh lebih bersih, biji kosong tidak ikut, dan kerjanya juga jauh lebih cepat.

“Bahkan harga jual gabah yang dipanen dengan odong-odong (combine harvester) lebih tinggi berkisar Rp300 – Rp400 per kilogram (kg) dibanding dengan thresher. Itu tadi, gabah yang dihasilkan odong-odong bersih, tidak ada sampah (ranting) padi yang ikut. Begitu juga dengan biji kosong padi akan terbuang,” kata Yusuf. 

Sebagai contoh kata dia, jika harga jual gabah basah dengan thresher Rp4.300 per kg maka dengan odong-odong harganya mencapai Rp4.600 per kg. 

Menurut Yusuf, untuk mempercepat proses panen gabah petani pada bulan Februari lalu, pihaknya mendatangkan (sewa) odong-odong dari Aceh sebanyak tiga unit. Namun, odong-odong yang didatangkan juga masih kurang.

“Luas pertanaman padi di Desa Paluh Kurau ini saja berkisar 2.000 hektare lebih dengan potensi hasil berkisar lima ton per hektare jika padi yang ditanam padi lokal (ramos dan kuku balam) dan enam hingga tujuh ton per hektare padi Inpari 32,” kata Yusuf.

Karena itulah, Yusuf sangat berharap pemerintah dapat memberikan bantuan odong-odong itu kepada petani di desa mereka. Sehingga petani dapat merasakan hasil yang lebih baik lagi.

“Kami sudah mengajukan proposal permohonan bantuan  combine harvester ke Dinas Pertanian Deliserdang, kami berharap proposal kami dapat direalisasikan segera mungkin,” ucapnya.

Yusuf juga mengatakan, di desa mereka, setiap tahunnya petani hanya bisa menanam padi dua kali saja dalam setahun, yakni  padi lokal (Ramos dan kuku balam) yang umur tanamnya mencapai enam bulan dan padi biasa seperti Inpari 32 yang berumur 110 hari.

“Permintaan beras kuku balam atau kami sebut siudang dan ramos itu cukup tinggi, karena rasanya yang pulen dan aroma nasinya wangi. Makanya kami rutin menanam padi varietas lokal tersebut,” kata Yusuf yang pemasarannya sudah  menyebar ke berbagai daerah di Sumut bahkan ke luar Sumut.

Untuk harga jual gabah, menurut Yusuf, untuk saat ini mengalami peningkatan, karena musim panen sudah lewat. Harga pasaran gabah basah untuk sekelas ramos dan kuku balam normalnya menurut Yusuf, mencapai Rp5.200 per kg, dan gabah kering berkisar Rp6.600-Rp6.800 per kg. 

Sedangkan untuk Inpari 32,  harga jual gabah basahnya berkisar antara Rp4.400 - Rp4.500 per kg, dan gabah kering antara Rp6.000-Rp6.100 per kg. * (junita sianturi)