
SuaraTani.com – Medan| Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) terus berupaya melakukan pembenahan terhadap kerusakan hutan bakau (mangrove).
Upaya ini dilakukan sejak tahun 2017, ketika wewenang pengelolaan kawasan hutan dikembalikan ke provinsi dari sebelumnya dikelola oleh kabupaten/kota.
“Jadi sejak 2017 kami berkomitmen untuk mengamankan kawasan-kawasan hutan di seluru Sumut agar tidak terjadi lagi alih fungsi,” ujar Kepala Bidang Rehabilitasi Hutan dan Lahan Dishut Sumut Ahmad Safei Hutasuhut di Medan, Rabu (26/5/2021).
Ahmad Safei mengatakan, untuk membenahi kerusakan hutan termasuk mangrove ini, maka harus dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan berbagai pihak termasuk masyarakat.
“Dan ini sudah dilakukan dengan membentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Saat ini sudah ada 16 KPH di beberapa kabupaten/kota dii Sumut,” katanya.
Lebih lanjut Ahmad Safei mengatakan, keterlibatan masyarakat dalam upaya menyelamatkan hutan mangrove didasarkan kepada kesadaran masyarakat yang timbul setelah mengalami kemerosotan ekonomi akibat hutan mangrove yang rusak.
“Sehingga yang tadinya lahan mangrove dirubah menjadi sawit dan tambak, ketika dikelola masyarakat maka lahan tersebut dikembalilan fungsinya menjadi lahan mangrove. Dan hasilnya ekonomi masyarakat pun meningkat,” terangnya.
Ahmad Safei menyebutkan, hutan mangrove yang paling banyak mengalami perbaikan berada di Kabupaten Langkat terutama di kawasan Lubuk Kertang.
“Sementara untuk kawasan mangrove di Belawan, kebetulan itu bukan kewenangan kami karena itu mangrove HPL,” sebutnya.
Data yang dirilis Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menyebutkan jika ada 51.000 hektare lebih hutan bakau di Sumut yang kondisinya kritis.
Karena itu, dalam program Restorasi Gambut dan Rehabilitasi Mangrove (Bakau), sekitar 21.370 hektare lahan yang tersebar di 152 desa di 52 kecamatan dan 16 kabupaten di Sumut diikutkan dalam program dengan nilai anggaran mencapai Rp320 miliar. *(ika)