Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ini Hitung-Hitungan Budidaya Porang, Panen Katak dan Umbi

Sekretaris Umum Komunitas Porang AmPunan Sumut, Fuad (kanan). suaratani.com - is

SuaraTani.com – Medan| Sejak satu tahun terakhir tanaman porang di tanah air khususnya di Sumatera Utara (Sumut), semakin diminati petani. Itu karena, tanaman bernutrisi itu memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Bahkan, permintaan pasar luar negeri seperti Jepang pun terbilang  tinggi.  

“Saat ini luas  tanaman porang bernama latin Amorphophallus muelleri Blume di Sumut mencapai 597,6771 hektare. Saya prediksi dalam waktu dekat luasannya akan terus bertambah. Karena saya melihat  banyak pengusaha maupun petani yang sudah ataupun mulai menanam porang. Permintaan bibit maupun katak porang saat ini cukup tinggi,” kata Sekretaris Umum Komunitas Porang AmPunan Sumut, Fuad kepada SuaraTani.com, Selasa (29/6/2021), di Medan.

Menurutnya, pengembangan tanaman porang hampir merata di seluruh kabupaten/kota di Sumut meski masih dalam skala kecil. Namun, sebagian ada yang sudah mengembangkannya dalam luasan yang tinggi atau dikebunkan seperti di Kabupaten Simalungun, yang luasannya mencapai 550 hektare.  

“Di Kabupaten Simalungun tepatnya di Kecamatan Dolok Panribuan ada berkisar 110 hektare, Bandar Marsilam 400 hektare, Panei 20 hektare dan Kecamatan Raya Kahean 20 hektare,” ujar Fuad.

Fuad yang juga kepala Balai Benih Induk (BBI) Aneka Umbi Kota Padangsidimpuan mengatakan, budidaya tanaman porang tidak terlalu sulit selama kesuburan tanahnya dijaga. Selain itu, pupuk dan pestisida yang digunakan juga haruslah organik.

“Tanaman porang tidak cocok dengan pupuk kimia sintetik baik itu pupuknya ataupun obat-obatan yang digunakan. Jadi semua harus organik dan penggunaan agens hayati dalam mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT),” kata Fuad.

Dalam budidaya tanaman porang, Fuad mengatakan, bibit tanaman porang tidak bisa ditanam langsung di areal terbuka dengan di bawah sinar matahari langsung. Tetapi harus menggunakan pohon pelindung, karena bibit tanaman porang termasuk tanaman sensitif. 

“Tanaman pelindungnya macam-macam, boleh singkong, jagung dan lain sebagainya. Atau bisa juga pakai jaring. Selain itu, tanaman juga harus rutin disiram minimal sekali dalam sehari jika hujan tidak turun,” terangnya.

Dalam satu hektare, bibit yang digunakan bervariasi tergantung jarak tanam yang dibuat. Tetapi, rata-rata yang dilakukan petani berkisar 10.000 tanaman per hektare dengan jarak tanam 1x1 meter persegi.

Tetapi Fuad merekomendasikan jarak tanam porang tidak terlalu lebar, berkisar 30x40 cm untuk memperoleh nilai ekonomi yang lebih tinggi. Sehingga dalam satu hektare bibit yang dibutuhkan berkisar 22.500 batang.

“Tidak ada masalah dengan jarak tanam yang lebih rapat, karena porang ini tanaman berumbi, seperti tanaman ubi juga,” jelasnya. 

Manfaat Porang

Jenis-jenis tanaman porang, umbi porang serta proses pengeringan umbi porang yang akan diolah. suaratani.com - ist

Mengenai manfaat porang, Fuad menjelaskan,  dengan adanya glukomanan yang terdapat di umbi porang  maka porang dapat digunakan untuk bahan pengental dan pengemulsi dalam beberapa produk makanan, diantaranya pudding dan bakso, permen karet, cokelat, selai, yogurt dan permen.

Kemudian, minuman seperti sup, minuman ringan dan minuman berserat, produk roti, produk daging kalengan, kue, es krim, kue kering, panekuk dan roti, olesan seperti olesan keju, olesan madu dan olesan buah, makanan hewan peliharaan dan makanan baku lainnya.

Di Indonesia porang yang telah dijadikan tepung, dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran (komposit) dalam pembuatan beras tiruan, pembuatan mie instan, penstabil es krim untuk perbaiki strukturnya, sebagai bahan pengenyal pengganti boraks.

“Salah satunya pada pembuatan tahu yakni penggunaan tepung porang 110 – 190 gr untuk 220 gr biji kedelai yang ditambahkan ke dalam filtrat/sari kedelai. Kemudian, sebagai bahan pengikat pada pembuatan sosis ayam yang dicampur dengan maizena sebagai bahan pengisi,” papar Fuad.

Analisa Ekonomi

Biji katak atau bulbil yang baru dipanen. suaratani.com - ist

Untuk umur panen, Fuad mengatakan, panen katak (bulbil) bisa dilakukan setelah tanaman berumur enam bulan. Tetapi, katak yang dipanen adalah katak yang jatuh sendiri, tidak boleh dipetik. Dengan begitu tingkat kematangan biji sudah pas. 

Umumnya, dalam satu pohon jumlah katak yang bisa dipanen berkisar  lima sampai 10 biji. Dan, biji katak tersebut dapat dijual untuk kemudian dijadikan sumber perbanyakan bibit. 

Dalam setahun, kata Fuad, katak hanya bisa dipanen sekali saja. Jadi, setelah umur enam bulan, katak bisa dipanen. Kemudian, tanaman akan mengalami dormansi. Masa dormansi ini juga selama enam bulan. Setelah masa dormansi barulah katak bisa dipanen lagi. 

Sedangkan untuk panen umbi, menurut Fuad, baru bisa dilakukan setelah tanaman berumur dua hingga tahun setelah tanam, tergantung tingkat kesuburan tanahnya.  Rata-rata bobot umbi yang dipanen berkisar lima kilogram per pohon. Tapi ada juga yang mencapai 15 kg per pohon bila tanahnya sangat subur.

Mengenai hitung-hitungan ekonominya,Fuad mengatakan, untuk satu hektare paling tidak dibutuhkan modal usaha berkisar Rp58 juta, dengan catatan jumlah bibit yang ditanam sebanyak 10.000 batang dengan jarak tanam 1x1 meter per segi. Jumlah itu, mulai dari pengolahan lahan, pembelian bibit, penananam, pemupukan, upah kerja dan lain-lainnya sampai panen. 

“Jadi, kalau  jarak tanam yang kita pakai hanya 30x40 cm maka kebutuhan bibit dua kali lipat. Pastinya, modal pembelian bibit pun bertambah,” kata dia.

Meski sekilas modal terlihat besar, tetapi keuntungan yang diperoleh dalam tiap hektare menurut Fuad, sangat menggembirakan. Dari panen katak saja, petani bisa memperoleh penghasilan berkisar Rp18.750.000 selama tiga tahun. 

Dengan asumsi, harga satu kilogram katak Rp75.000 dengan hasil panen berkisar 250 kg. Kemudian, panen umbi dengan harga umbi berkisar Rp7.500 per kg dan rata-rata produksi katakanlah seminim-minimnya 2 kg per batang, maka 10.000 batang tanaman x 2 kg per batang = 20.000 umbi (kg) x Rp7.500 = Rp150 juta.

“Rp150 juta + 18,750 juta (penjualan katak) = Rp168.750.000. Kita kurangi dengan biaya produksi berkisar Rp58 juta, maka petani memperoleh margin berkisar 110,750 juta. Sangat fantastiskan. Itu, angka minimum yang kita buat. Artinya, petani bisa memperoleh nilai lebih bila tanahnya subur,” kata Fuad.

Fuad mengatakan, tanaman porang ini termasuk tanaman bunga bangkai yang jenisnya mencapai 170 jenis lebih, antara lain bunga bangkai raksasa (A. Titanium), bunga bangkai Sumatera (A. Gegas), Suweg (A. Campa melatus) dan bunga bangkai jangling (A. Deceusilvae) dan porang yang dikenal selama ini, yakni Amorphophallus muelleri Blume.

“Jadi sejauh ini, budidaya tanaman porang masih sangat menguntungkan baik dari segi harga maupun permintaan pasar luar negeri,” kata Fuad. * (junita sianturi)