Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ini Kemitraan TPL dengan Masyarakat Adat di Wilayah Operasional Perusahaan

Direktur PT TPL, Jandres Silalahi. suaratani.com - dok 

SuaraTani.com-Taput| PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) menghormati keberadaan masyarakat adat di seluruh area TPL beroperasi. TPL juga berkomitmen mengedepankan dialog terbuka untuk solusi damai dengan masyarakat dalam menghadapi setiap tantangan isu sosial tanpa aksi yang dapat merugikan para pihak. 

Direktur PT TPL, Jandres Silalahi mengatakan bahwa TPL menjalankan kegiatan operasionalnya berdasarkan izin yang diperoleh dari pemerintah,  meliputi izin operasional, izin investasi, dan izin kehutanan. 

Dalam pelaksanaan izinnya, TPL konsisten memperhatikan aspek sosial dan ekonomi masyarakat dalam area operasional perusahaan.

"Perusahaan selalu berkoordinasi dengan pemangku kepentingan dari tokoh masyarakat, pemuda, dan pemuka agama, maupun aparatur Pemerintah terkait penyelesaian isu sosial. Toba Pulp Lestari telah berhasil menyelesaikan sejumlah isu sosial yang terkait dengan lahan dengan berpedoman pada Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 9 tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial," ujar Jandres, dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/7/2021).

Hal ini sesuai dengan arahan pemerintah agar perusahaan menjalankan program hutan sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah operasional perusahaan. 

TPL kata Jandres, telah berhasil melakukan penyelesaian klaim melalui program kerjasama kemitraan. Dari 10 klaim lahan yang telah didaftarkan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Toba Pulp Lestari bersama-sama dengan Pemerintah dan tokoh masyarakat setempat telah berhasil menyelesaikan sembilan dari klaim tersebut melalui program kemitraan baik dengan tanaman kehidupan, tumpang sari (intercrop), dan kemenyan atau haminjon.

Jenis tanaman kehidupan yang dilakukan melalui program ini terdapat kopi, aren, jeruk lemon, kayu manis, jeruk nipis, asam gelugur, jengkol, petai dan durian. Sedang tanaman tumpang sari atau intercrop yang telah dilakukan diantaranya jagung, jahe dan cabai.

Melalui program kemitraan ini, dilakukan penyusunan rencana program yang disepakati bersama oleh masyarakat dan pihak perusahaan, diketahui aparatur pemerintah terkait dari kepala desa setempat, camat, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat.

Dan, itu disaksikan oleh Kepala Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Sumatera dan Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan, yang dituangkan dalam bentuk rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek menyertakan tanaman kehidupan dan tumpang sari, termasuk pengkayaan dan pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) kemenyan dan pinus.

Dukungan perusahaan, kata Jandres, dilakukan melalui pemberian administrasi pelaksanaan kegiatan kerjasama kemitraan kehutanan, persiapan lahan untuk usaha kemitraan di blok tanaman kehidupan berupa tanaman pertanian dan Multi-Purpose Trees Species (MPTS),  penyediaan herbisida dalam persiapan lahan, bibit, dan pupuk dasar untuk pelaksanaan tanaman MPTS.

Kemudian, memberikan dana tenaga kerja dalam pelaksanaan persiapan lahan, penanaman dan pupuk dasar pada tanaman MPTS, menyediakan herbisida, insektisida, bibit dan pupuk untuk pelaksanaan tanaman pertanian, memfasilitasi bimbingan teknis, penanaman, pemeliharaan, perawatan dan pemanenan.

Selanjutnya, melakukan pengamanan pada areal kemitraan dan sekitar areal kemitraan, melaksanakan pengawasan, monitoring, dan evaluasi di dalam kegiatan kerjasama kemitraan kehutanan, memberikan akses pada masyarakat di lokasi blok tanaman kehidupan dalam pengelolaan dan pemanfaatan HHBK, menjaga fungsi hutan secara lestari.

Masyarakat sebagai penerima manfaat, akan menerima segala manfaat yang ditimbulkan dari kerjasama ini baik secara langsung dan tidak langsung melalui skema bagi hasil.

“Hingga sekarang, pendekatan kemitraan melalui Program Perhutanan Sosial yang dilakukan TPL sejak 2018 telah dilakukan dengan satu Gabungan Kelompok Tani  (Gapoktan) dan 8 Kelompok Tani Hutan (KTH) masyarakat adat yang tersebar di 3 kabupaten dari 12 kabupaten/kota di mana TPL beroperasi,” terangnya.

Para Gapoktan dan KTH tersebut kata Jandres, berdasar lokasi. Di Kabupaten Simalungun terdapat KTH Nagahulambu dan KTH Op. Gordangon Sinaga. Di Kabupaten Toba dan Tapanuli Utara terdapat  Gapoktan Hutanapa,  yang terdiri dari 5 KTH yakni KTH Adian Batu, KTH Adian Padang, KTH Aek Napa, KTH Lobu Nauli, dan KTH Sigala-gala.

Kemudian, KTH Berjuang Lumban Toruan, KTH Tungkonisolu, KTH Dos Roha Nagasaribu Onan Harbangan. Di Kabupaten Humbang Hasundutan dengan KTH Gabe Desa Aek Lung, KTH Marsada Pagarmanan Bintang Maria Simataniari dan KTH Bersama Sionom Hudon.

Per Juni 2021, tercatat kemitraan ini telah mengerjakan bersama penanaman terbanyak pada 17.776 bibit kopi, 11.200 bibit kemenyan, 3.394 bibit kayu manis, 1.917 bibit alpukat, 1.884 bibit aren, dan lainnya untuk jeruk nipis, jeruk lemon,  jengkol dan petai. 

Total luasan lahan yang dikerjakan dalam kemitraan ini kini mencapai 64,3 hektare, diikuti oleh 483 anggota Gapoktan dan KTH masyarakat adat yang tergabung dalam dalam program kemitraan ini.

“Seluruh aktivitas ini berada dalam pengawasan dan pelaporan berkala kepada KLHK,” jelasnya.

Pendekatan kemitraan ini, lanjut Jandres, merupakan program peningkatan kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan peraturan kehutanan dan memberi manfaat yang berkelanjutan untuk masyarakat, pemerintah setempat maupun Negara. * (darwin nainggolan).