Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kementan Diminta Membuat Aturan Penebusan Pupuk Bersubsidi yang Mudah Diadopsi

Kanan-Kiri: Bendahara Asdipsu Anwar, Wakil Sekretaris Satria, Ketua Asdipsu Saut Gurning, Sekretaris Rismauli Nadeak dan distributor pupuk subsidi Nastalia Resnasari saat memberikan keterangan  kepada wartawan, Selasa (28/9/2021), di Medan. suaratani.com - junita sianturi

SuaraTani.com – Medan| Asosiasi Distributor Pupuk Sumatera Utara (Asdipsu) meminta pemerintah ataupun Kementerian/Lembaga terkait untuk membuat  aturan atau sistem penebusan pupuk bersusbsidi yang mudah diserap (diadopsi) daerah terutama kios dan petugas pertanian di lapangan.

Karena dalam implementasinya, aturan seperti aplikasi penyaluran pupuk subsidi yang dibuat Kementerian Pertanian (Kementan)  sulit dilaksanakan kios-kios pupuk bersubsidi.

“Tidak hanya kios, petugas atau penyuluh pertanian yang melakukan pendataan petani untuk masuk ke dalam e-RDKK pun masih gagap dalam peng-entrian data petani melalui aplikasi yang ditetapkan,” kata Ketua Asdipsu, Saut Gurning kepada wartawan, Selasa (2/9/2021), di Medan.

Saut yang didampingi Wakil Ketua Asdipsu Rian, Bendahara Anwar, Sekretaris Rismauli Nadeak, Wakil Sekretaris Satria, dan distributor pupuk subsidi Nastalia Resnasari mengatakan, sejak Januari  hingga saat ini, Kementan telah merubah  tiga kali aturan peng-apalikasian.

Pertama kata Gurning, aplikasi e-RDKK manual, kemudian berubah menjadi E-verval. Yang terakhir dan sekarang digunakan adalah T-Pubers (Tebus-Pupuk Bersubsidi).

“Ketiga aturan ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi teknologi. Sementara sumber daya manusia (SDM) baik petugas  di lapangan terutama kios-kios sebagai penyalur resmi pupuk subsidi kebanyakan sudah tua yang notabene gaptek (gagap teknologi). Inilah yang membuat kendala penyerapan dan pendistribusian pupuk di lapangan sampai sekarang masih sangat rendah ditambah dengan jaringan yang sering bermasalah di daerah,” kata Gurning.

Sebagai contoh, kata Satria, kios A mau menembus pupuk 10 ton, namun ketika melakukan penginputan secara online ternyata ada gangguan jaringan (lelet) yang membuat proses penebusan lama. Dan, dalam penginputan jumlah yang mau ditebus berubah menjadi 9,2 ton. 

“Selisih (800 kg) dari angka yang seharusnya 10 ton, kios harus membuat berita acaranya. Sementara sanksi yang diberlakukan  cukup berat bila kios tidak dapat melakukan pelaporan melalui T-Pubers. Kios berpotensi  membayar selisih tersebut dengan harga pupuk non susbsidi,” terangnya.

Apabila kios tidak dapat membayar atau mengganti selisih tersebut, maka distibutorlah kata Satria, yang akan dibebani untuk membayarnya. 

“Akibatnya, distributor ragu menyalurkan pupuk ke kios tersebut pada penebusan berikutnya. Hal inilah yang membuat serapan pupuk bersubsidi sampai dengan sekarang masih sangat rendah. Petani juga yang merasakan dampaknya, petani kesulitan  membeli pupuk bersubsidi,” tambah Gurning. 

Untuk T-PUBERS sendiri, Rismauli Nadeak mengatakan, sudah dua kali mengalami revisi sejak diberlakukan bulan Juni 2021 lalu. 

“Itu artinya, aplikasi yang dibuat pemerintah belum matang. Harusnya, aplikasi itu benar-benar dipahami dulu baru dishare ke daerah. Sehingga petugas-petugas di daerah pun tidak kelabakan. Versi lama   belum dipahami sudah ganti versi baru. Inilah hambatan di lapangan,” kata Risma.

Dan, sebagai catatan kata Risma,  sistem atau aplikasi yang diberlakukan itu, kios dan petugas lapangan (PPL) lah yang dominan sebagai pelaksananya dan distributor yang kerab menerima dampak dari kesalahan dalam pengentrian data-data tersebut.

Sebagai contoh, kata Anwar, kelangkaan pupuk di lapangan yang menjadi sasaran adalah distributor. Distirbutor  dianggap tidak melakukan penebusan padahal kios sebagai ujung tombak penyaluran pupuk yang belum melakukan penebusan. 

“Karenanya, Asdipsu berharap pemerintah dalam hal ini Kementan selaku pembuat regulasi dapat menelurkan sistem yang sederhana, yang mudah diadopsi daerah terutama daerah-daerah di luar Jawa termasuk Sumut. SDM di Jawa jauh lebih baik dibanding di luar Jawa,” jelasnya.

Dari data yang diperoleh SuaraTani.com dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut, realisasi penyaluran pupuk subsidi periode Janujari-Agustus 2021, untuk urea sebanyak 88.400,65 ton atau 57,06% dari alokasi setahun sebanyak 154.916 ton.

Pupuk SP-36 sebanyak 15.123,80 ton atau 38,87% dari alokasi 38.907 ton. Pupuk ZA sebanyak 10.782,05 ton atua berkisar 31,70% dari 34.008 ton. NPK berkisar 75.800,80 ton atau 66,43% dari 114.112 ton dan realisasi penyaluran pupuk organik berkisar 9.325,52 ton atau 46,82% dari total alokasi setahun 19.918 ton.

“Kalau dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, Sumut harusnya sudah mengusulkan penambahan alokasi pupuk bersubsidi ke pusat antara bulan Juli dan Agustus lalu. Tapi, untuk tahun ini serapan pupuk kita masih sangat rendah,” kata Rismauli. * (junita sianturi)