Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ketidakjelasan Legalitas Lahan Jadi Penghambat Perkebunan Sawit Rakyat di Sumut Ikut Program PSR

Kepala Bidang Ekonomi, Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Provinsi Sumut Tarsudi saat menjadi narasumber pada Optimalisasi Potensi Sumut untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi yang digelar BPS Provinsi Sumut,Rabu (8/9/2021).suaratani.com-ist


SuaraTani.com – Medan| Program Peremajaan Sawit (PSR) yang dijalankan pemerintah sejak tahun 2017 ternyata belum sepenuhnya bisa dijalankan di Sumatera Utara (Sumut).  Padahal program ini diyakini akan membantu petani sawit meningkatkan produktivitas sehingga mendongkrak kesejahteraan petani.

Hal ini menurut Kepala Bidang Ekonomi, Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Provinsi Sumut, Tarsudi, dikarenakan banyak lahan sawit milik petani belum memiliki alas hak lahan yang sah. 

Berdasarkan tata ruang yang disusun provinsi, banyak lahan perkebunan sawit yang masuk ke dalam kawasan hutan mau pun hutan lindung.

“ Sehingga kita belum bisa memenuhi untuk program peremajaan pohon sawit kita,” ujar Tarsudi dalam webinar Optimalisasi Potensi Sumut untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumut, Rabu (8/9/2021). 

Di samping itu kata Tarsudi, ketidakjelasan legalitas lahan juga mengakibatkan petani belum bisa menerapkan standard  Indonesia Sustainable Palm  Oil (ISPO). 

“Akibatnya kita tidak bisa memasarkan produknya hingga keluar negeri, terutama Eropa,” katanya. 

Tarsudi mengakui, kendala lain yang  dihadapi petani di Sumut adalah keterbatasan lahan yang dimiliki. Rata-rata petani hanya memiliki lahan seluas 0,5 hektare . 

Untuk meningkatkan kesejahteraan petani ditengah keterbatasan lahan, maka pihanya mendorong petani untuk mengoptimalkan peningkatan produktivitas satuan luas tanam dengan mengoptimalkan input dari beberapa sektor tanaman. 

“Misalnya petani , selain menanam padi, mungkin  bisa beternak sehingga kotorannya bisa dipakai untuk pupuk,” sebut Tarsudi. 

Sementara itu, menyangkut pemanfaatan table Input-Output (I-O)  yang disusun BPS, sejauh ini menurut Tarsudi masih bisa dimanfaatkan, terutama di sektor unggulan, yakni perkebunan sawit, karet dan juga kopi. 

“Memang table IO yang ada saat ini disusun tahun 2016 lalu, tetapi masih relevan lah. Harapannya, kedepan bisa disusun kembali untuk 5 tahun kedepan,” sarannya. 

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik  (BPS) Provinsi Sumut Syech Suhaimi menyebutkan, table  I-O yang disusun sejak tahun 2019 lalu memiliki tujuan memberikan masukan kepada pemerintah daerah Sumatera Utara sebagai dasar perencanaan, evaluasi dan pengambilan kebijakan.

“Karena I-O ini bermanfaat untuk memberi gambaran mengenai sektor-sektor yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan sector yang peka terhadap perekonomian, termasuk menganalisis perubahan harga, karena perubahan biaya input mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap perubahan harga output,” sebut Syech. 

Selain menghadirkan narasumber dari Bappeda Provinsi Sumut, webinar nasional ini juga menghadirkan Direktur Tata Ruang dan Penanganan Bencana Bappenas Sumedi Andono Mulyo dan Koordinator Fungsi Neraca Barang, BPS RI Suryadinata selaku narasumber dengan Wahyu Ario Pratomo sebagai narasumber. *(ika)