Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kontribusi Industri Ditargetkan Tembus 20% di Tahun 2024

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita.suaratani.com-ist

SuaraTani.com – Jakarta| Kementerian Perindustrian terus memacu kinerja industri manufaktur agar bisa memberikan kontribusi signfikan bagi upaya pemulihan ekonomi nasional. Pada tahun 2024, sumbangsih industri pengolahan nonmigas ditargetkan mencapai 20% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, yang tahun ini diproyeksi menyokong sebesar 18%.

“Guna mencapai sasaran tersebut, minimal pertumbuhan industri di posisi 5 persen pada tahun 2022. Oleh karena itu, kami bertekad untuk turut menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para pelaku industri di tanah air,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita pada rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (8/9/2021).

Menperin mengemukakan, pandemi Covid-19 membawa dampak yang cukup berat bagi aktivitas sektor industri di Indonesia. Pada kuartal I-2021, pertumbuhan industri manufaktur sempat minus 1,38% secara tahunan. 

“Namun, lajunya semakin membaik, hingga mampu menembus 6,58% pada kuartal II-2021,” ungkapnya.

Terjadinya lonjakan kinerja sektor industri karena adanya beberapa stimulus dan kebijakan probisnis yang telah diluncurkan pemerintah. Langkah ini guna membangkitkan kembali gairah usaha para pelaku industri setelah terdampak pandemi Covid-19.

Stimulus tersebut misalnya, pemberian fasilitas berupa relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP). Insentif fiskal ini mampu meningkatkan produktivitas dan daya beli masyarakat. Pada kuartal II-2021, laju penjualan mobil menanjak tajam lebih dari 758%.

Di samping itu, kebijakan lainnya yang sedang difokuskan oleh Kemenperin adalah program substitusi impor 35% pada tahun 2022. Upaya strategis ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk impor sekaligus mendorong penguatan struktur industri manufaktur di dalam negeri.

“Strategi ini ditempuh guna merangsang pertumbuhan investasi di sektor industri substitusi impor dan peningkatan utilitas industri domestik,” tutur Menperin. Kebijakan tersebut akan didukung dengan optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

Agus menyampaikan, berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, awalnya terdapat lima sektor yang menjadi prioritas pengembangan dalam kesiapan memasuki era industri 4.0. Namun, di tengah pandemi Covid-19, Kemenperin menambahkan dua sektor lagi untuk menopang perekonomian nasional.

“Ketujuh sektor potensial itu adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, kimia, alat kesehatan, serta farmasi,” sebutnya. 

Aspirasi besarnya, dari kinerja tujuh sektor tersebut, Indonesia bisa menjadi bagian dari 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.

“Target yang ditetapkan itu masih realistis untuk diwujudkan,” tegasnya. 

Menperin menambahkan, capaian substitusi impor hingga saat ini pada sejumlah direktorat yang membawahi sektor-sektor prioritas tersebut masih berada pada jalur yang benar untuk mencapai target.

Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) misalnya, telah mencapai substitusi impor hingga 21%. Sementara itu, Direktorat Jenderal Industri Agro, angkanya mencapai 18% hingga 19%.

Berikutnya, agar produk dalam negeri terserap dengan baik di pasar domestik, Kemenperin juga mendorong tercapainya persyaratan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), sehingga dapat membantu serapan oleh pengadaan pemerintah.

Upaya strategis lain, yakni membatasi produk impor yang tayang pada e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Sebanyak 79 jenis dari total 358 jenis alat kesehatan produksi dalam negeri sudah bisa menggantikan produk-produk impor di e-katalog LKPP.

Menperin pun optimistis, kenaikan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia akan terus berlanjut hingga ke level 50 atau menandakan sedang dalam fase ekspansi. Pada Agustus 2021, PMI manufaktur Indonesia berada di posisi 43,7 atau naik dibanding bulan sebelumnya yang berada di level 40,3.

Menurut Agus, meningkatnya kembali angka PMI pada bulan Agustus tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang telah melonggarkan aktivitas masyarakat. 

“Aktivitas industri manufaktur di Indonesia berkorelasi sekali dengan aktivitas masyarakat. Pembatasan membuat industri melakukan penyesuaian. Nah, pada Agustus sudah mulai ada pembukaan aktivitas lagi. Sehingga dibanding dari angka juli, PMI manufaktur Indonesia pada Agustus sudah masuk posisi rebound,” jelasnya.

Menperin meyakini, pada September 2021, angka PMI akan terkerek ke level 50 atau dalam tahap ekspansi. Sementara itu, IHS Markit mencatat, perbaikan angka PMI Indonesia pada Agustus sejalan dengan kasus Covid-19 yang menurun. *(jasmin)