Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Gelombang Covid-19 Lanjutan Hantui China, Harga Karet Turun ke Level 200 Yen Per kilogram

Petani menyadap pohon karet miliknya di kawasan Serdangbedagai. Saat ini harga karet dunia turun ke level 200 Yen per kilogram dari sebelumnya sempat menyentuh level 300 Yen per kilogram.suaratani.com-dok


SuaraTani.com – Medan| Ketidakpastian permintaan karet oleh China karena khawatir terjadinya gelombang Covid-19 lanjutan diyakini menjadi salah satu penyebab harga karet dunia yang sempat menyentuh 337 Yen per kilogram (Kg) di awal tahun, saat ini berbalik di kisaran angka 200 yen per Kg.

Pemerhati ekonomi Sumatera Utara (Sumut), Gunawan Benjamin mengatakan sebenarnya ada beberapa sentimen yang membuat harga karet mengalami keterpurukan belakangan ini. Gelombang Covid 19 yang melanda negara-negara besar, kebijakan AS yang kembali melakukan tapering atau pengurangan pembelian aset, adanya ancaman stagflasi di China.

“Termasuk ancaman krisis sektor property evergrande hingga masalah pasokan musiman,” kata Gunawan di Medan, Jumat (12/11/2021).

Kinerja harga karet sebenarnya bisa tertopang dengan kebijakan anggaran raksasa dari AS untuk infrastruktur. Atau inflasi di AS yang terus menanjak bisa mendorong kenaikan kinerja harga karet itu sendiri. Mungkin bagian sebagian masyarakt sulit untuk menterjemahkan bagaimana faktor-faktor tersebut bisa memicu terjadinya penurunan ataupun kenaikan harga karet.

“Tetapi garis besarnya seperti ini, disaat tidak terlihat adanya pemulihan ekonomi secara fundamental atau mendasar, maka harga karet bisa berpeluang turun seperti yang terjadi sekarang. China menjadi salah satu negara yang sebenarnya menjadi lokomotif perubahan harga karet dunia,” terangnya.

Namun China sendiri tengah berjibaku dengan sejumlah krisis seperti gelombang lanjutan Covid 19, evergrande, stagflasi yang membuat investor tidak begitu yakin adanya pemulihan permintaan akan karet itu sendiri. Ini yang membuat harga karet cenderung mengalami penurunan.

Selain itu, otomotif menjadi salah satu sektor yang seharusnya bisa menjadi motor penggerak utama permintaan akan karet. Namuns ayang belum ada angak penjualan otomotif global yang fantastis yang bisa menjadi motor penggerak konsumsi karet itu sendiri.

Jadi, kenaikan harga karet di awal tahun 2021, dan penurunan kembali menjelang akhir tahun ini, menunjukan bahwa kenaikan harga karet sebelumnya belum dikarenakan oleh faktor fundamental yang bisa menopang harga karet bertahan mahal untuk waktu yang lama.

Pada dasarnya pembukaan aktifitas ekonomi masyarakat setelah pandemic covid 19 di banyak negara sebelumnya telah memicu kenaikan harga karet. Tetapi sayang, lockdown kembali menjadi kebijakan yang diambil banyak negara untuk meredam gelombang covid 19 lanjutan. Dan hasilnya harga karet terpaksa kembali turun.

“Tetapi kita masih punya harapan, vaksinasi yang telah dilakukan seharusnya membuat fundamental ekonomi di tahun mendatang menjadi lebih kokoh. Dan tentunya akan membuat harga komoditas khususnya karet bisa mengalami pemulihan untuk waktu yang lebih lama,” sambungnya.

Diantara petani yang mengalami kerugian dalam jangka waktu yang lama memang petani karet kita. Mereka telah kehilangan daya beli sejak karet di bawah 250 Yen per Kg. Belum lagi mengkalkulasikan inflasi yang jelas-jelas membuat daya beli petani karet kian terpuruk.

Diawal tahun 2021 saya memang sempat meragukan adanya pemulihan harga karet dalam waktu yang lama. Karena sebelumnya saya melihat memang kenaikan harga karet kala itu lebih dikarenakan ekspektasi pemulihan karena pelonggaran kebijakan selama pandemic covid 19. Akan tetapi fundamentalnya belum terlihat.

“Namun saat ini saya melihat sebaliknya. Gelombang covid 19 mulai terkendali. Jika tidak ada kejutan diluar perkiraan khususnya pada perekonomian global atau China. Maka pada dasarnya penurunan harga karet saat ini sudah kian terbatas. Artinya harga karet berpeluang kecil untuk turun lagi,” pungkasnya. *(ika)