Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Suku Bunga Acuan Harusnya Memang Tetap Rendah

Pemerhati ekonomi Sumatera Utara (Sumut) Gunawan Benjamin.suaratani.com-dok

SuaraTani.com – Medan| Bank Indonesia pada pekan ini dijadwalkan akan menggelar rapat Dewan Gubernur, dimana salah satu outputnya adalah penetapan suku bunga acuan (BI 7 Days Repo Rate/BI 7 DRR). BI 7 DRR sejauh ini berada di level 3.5%. 

Dan ini merupakan level terendah sepanjang sejarah besaran suku bunga acuan di tanah air. Tetapi besaran bunga ini belum mampu membuat laju pertumbuhan ekonomi naik.

Hal ini menurut pemerhati ekonomi Sumatera Utara (Sumut) Gunawan Benjamin dikarenakan Covid 19, yang ada justru mendorong pertumbuhan ekonomi sempat masuk ke jurang resesi, dan mencatatkan pertumbuhan sebesar 3.5% di kuartal ketiga 2021. 

“Pada dasarnya disaat bunga turun seharusnya pertumbuhan ekonomi bisa digenjot, baik diatas kertas maupun ditatanan prakteknya seperti itu. Tetapi fakta berbicara lain, Covid 19 telah menghancurkan sendi-sendi perekonomian sehingga upaya mendongkrak pertumbuhan dengan penurunan bunga acuan menjadi kurang berasa,” ujar Gunawan di Medan, Rabu (17/11/2021).

Dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh Covid-19 ini menurutnya jauh lebih besar, daripada kemampuan BI dalam memperbaiki pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Tetapi jika sebelumnya BI tidak menurunkan bunga acuan, sudah bisa dipastikan kinerja ekonomi kian terperosok dan sulit untuk bangkit kembali.

Tantangan kedepan adalah kekuatiran akan ada gelombang ketiga Covid-19. Sejauh ini, data menunjukan kalau penanganan Covid 19 di tanah air sangat terkendali. Tetapi negara lain memang sudah ada yang mengalami gelombang ketiga Covid 19, atau bahkan ada yang tengah berjibaku dengan gelombang keempat Covid.

“Sekalipun kita belum menuju ke gelombang selanjutnya, tetapi bersikap waspada dan antisipatif memang dibutuhkan. Walaupun skenario buruknya harus kita siapkan mitigasinya sejak dini. Jika dikaitkan dengan upaya BI yang tetap melakukan kebijakan moneter longgar (bunga murah), maka resikonya muncul manakala di tahun depan AS justru menaikkan suku bunga acuannya,” sebutnya.

Inflasi di AS mencatatkan angka 6.2% secara tahunan (year on year). Sementara suku bunga acuannya masih bertahan dalam rentang 0 hingga 0.25%. Dengan data-data seperti itu, menaikkan bunga acuan bagi Bank Sentral AS atau The FED hanyalah perkara waktu semata. Dan tahun depan kemungkinan bunga acuan The FED akan dinaikkan sangat terbuka.

Persoalan inilah menurut Gunawan yang menjadi tantangan BI selanjutnya, jika seandainya saja Bank Indonesia dihadapkan dengan dua skenario buruk, yakni kenaikan bunga acuan The FED dan gelombang ketiga Covid 19 di tanah air. Karena itu BI dituntut untuk membuat kebijakan ekstra sulit dan ekstra hati hati tentunya.

“Saya yakin BI akan habis-habisan mendorong pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu pengendalian Covid-19 jadi kuncinya,” pungkasnya. *(ika)