Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ikan Laut Jadi Pemicu Harga Daging Ayam Naik

Seorang pedagang ayam menyiapkan daging ayam yang akan dijual. Kelangkaan ikan laut menjadi pemicu harga daging ayam merangkak naik.suaratani.com-ist 

SuaraTani.com – Medan| Ketersediaan ikan segar di pasar yang menurun atau bahkan langka untuk beberapa jenis ikan segar, telah memicu kenaikan harga ikan itu sendiri. Akibatnya, masyarakat mengalihkan konsumsinya ke sumber protein lain khususnya daging ayam.

Hal ini diyakini pemerhati ekonomi Sumatera Utara (Sumut) Gunawan Benjamin menjadi faktor pendorong utama harga daging ayam melonjak. 

“Dari hasil pantauan saya dilapangan, harga daging ayam itu dijual 1 dikisaran Rp23 ribu hingga Rp25 ribu untuk ayam hidup dengan berat 1 kilogram (kg). Sementara khusus untuk daging ayamnya saja, harganya itu dikisaran angka Rp35 ribu hingga Rp37 ribu per kg nya. Cukup mahal memang, dan pemulihan harga daging ayam ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar,” kata Gunawan Benjamin di Medan, Kamis (23/12/2021).

Hal ini menurut Gunawan dikarenakan peternak harus menambah pasokannya dan baru bisa dipanen dalam kurun waktu 1 hingga 1.5 bulan kemudian. Dan  tidak semua peternak akan menambah jumlah ternak ayamnya, mengingat kelangkaan ikan segar ini dipicu oleh tingginya gelombang laut yang membuat nelayan enggan melaut.

“Bagi peternak yang lantas menambah pasokan, ini resikonya ada bagi mereka. Disaat pasokan di tambah, yang dikuatirkan adalah kemungkinan harga kembali anjlok jika nantinya pasokan ikan kembali melimpah di pasar. Tetapi untuk peternak yang menjadi mitra (plasma) perusahaan tertentu, saya yakin mereka akan menambah pasokan yang nantinya akan membuat harga daging ayam mencapai titik keseimbangan baru (turun),” terangnya.

Dilanjutkannya, dari hasil observasi yang  dilakukan, ia juga menemukan beberapa responden yang ternyata mulai merubah pola konsumsinya. Untuk masyarakat yang dulunya mengkonsumsi daging babi, sejak ada flu babi afrika  yang mengakibatkan puluhan ribu ekor babi mati, sehingga sempat memicu kenaikan harga, ternyata konsumen tersebut belum sepenuhnya kembali ke pola konsumsi semula.

Padahal kejadian ini sudah berlangsung sekitar 2 tahun silam. Dan tidak jarang masyarakat mengutarakan bahwa untuk acara adat tertentu, mereka lebih menggunakan daging ayam saat ini. Meskipun memang masih perlu didalami apakah stok daging babi yang memang belum kembali seperti sebelumnya, atau memang kebiasaan masyarakat itu sendiri yang telah berubah.

Seiring dengan hal tersebut, daging ayam ternyata masih menjadi alternatif pengganti daging babi. Ini juga membuat tren konsumsi daging ayam tetap tinggi. Namun, kalau berbicara harga, harga daging ayam yang bertahan mahal di atas Rp33 ribu per kg itu biasanya tidak berlangsung lama. Hal ini kerap diimbangi dengan ketersediaan stok di pasar.

Jika tren konsumsi daging masyarakat naik nantinya, apapun itu pemicunya mulai dari faktor cuaca atau pemulihan daya beli, saya yakin harga daging ayam akan kembali ke titik keseimbangan yang semula selama tidak ada kenaikan biaya produksi. 

“Dan dengan sebaliknya, kalaupun nanti alternatif selain daging ayam membaik stok atau persediaannya. Bukan berarti harganya akan bertahan murah. Mungkin murah hanya sesaat dan selanjutnya kembali normal. Karena peternak akan menyeimbangkan stoknya,” terangnya.

Jadi saat ini, sekalipun tren konsumsi daging ayam masyarakat tinggi. Namun saya berkeyakinan bahwa harga akan menemui titik keseimbangan baru nantinya. Dan menjelang Nataru, harga daging ayam akan bertahan di level sekarang. 

“Tetap ada fluktuasi ringan, karena memang saat liburan stok dipasar ini juga kerap terganggu dan harga kerap naik turun,” pungkasnya. *(ika)