Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sumut Deflasi di Momen Idulfitri, Pemerhati Ekonomi Sebut Bukan Hal yang Wajar

Pedagang menyiapkan pesanan pembeli. Deflasi yang terjadi di Bulan April saat ada momen Ramadan dan Idulfitri menunjukkan kondisi ekonomi Sumut tidak baik-baik saja.suaratani.com-dok

SuaraTani.com – Medan| Penurunan harga bahan pokok di saat bulan Ramadan dan juga Idulfitri, menunjukkan sesuatu yang tidak biasa terjadi. 

Biasanya harga sejumlah kebutuhan masyarakat mengalami kenaikan, namun yang terjadi malah sebaliknya. 

Dan kondisi ini mendorong gabungan 5 kota IHK di Sumut mengalami deflasi sebesar 0,18% di bulan April jika dibandingkan Maret 2023.

Ini menurut pemerhati ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin menunjukan bahwa ada gangguan daya beli masyarakat.

“Sehingga harga sejumlah kebutuhan masyarakat di wilayah ini cenderung bergerak turun, meskipun ada momen lebaran yang kerap menjadi motor penggerak konsumsi dan pemicu kenaikan harga,” kata Gunawan di Medan, Selasa (2/5/2023).

Gunawan mengatakan, realisasi deflasi ini mempertegas bahwa konsumsi rumah tangga di Sumut tengah mengalami tekanan seiring dengan penurunan harga komoditas unggulan di wilayah ini. 

Untuk untuk, perlu dipikirkan bagaimana caranya meminimalisir dampak dari perlambatan ekonomi yang sudah terlihat. 

“Kalau selama ini kita kerap mengandalkan belanja masyarakat yang menyumbang sekitar 50% dari pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran, maka dibutuhkan upaya ekstra untuk mempertahankan belanja masyarakat agar sumbangsihnya terhadap ekonomi Sumut tetap terjaga,” sebutnya.

Setelah deflasi pada bulan April ini, maka selanjutnya kata Gunawan, hal yang perlu diwaspadai adalah gangguan cuaca (kemarau), yang berpotensi mendorong penurunan stok kebutuhan pangan dan berpeluang mendongkrak kenaikan harga pangan. 

Dan tentunya inflasi yang terjadi akibat gangguan cuaca nantinya akan lebih banyak memberikan penderitaan bagi masyarakat Sumut, karena kenaikan harga dibarengi dengan penurunan daya beli masyarakat.

Gunawan juga melihat ada sejumlah sektor lapangan usaha yang berpeluang terkoreksi secara kuartalan. Seperti perdagangan besar dan eceran, transportasi dan pergudangan, jasa perusahaan, real estate, dan penyediaan akomodasi. 

Sementara untuk industri pengolahan dan sektor pertanian masih memiliki peluang yang sama besar untuk berada di 2 zona (positif dan negatif), demikian halnya juga dengan sektor pertambangan yang memungkinkan masih mampu tumbuh tipis di kuartal pertama.

“Meskipun kita semuanya akan menanti rilis resmi dari BPS pada tanggal 5 mei mendatang, akan tetapi saya menyarankan agar pemerintah tidak lalai atau bahkan abai dengan gangguan ekonomi ini. Kita tidak bisa lagi melepaskan begitu saja perputaran roda ekonomi tanpa melakukan intervensi lebih jauh. Seperti membiarkan semua terjadi, dengan berharap bahwa daya beli nantinya akan membaik dengan sendirinya menjelang akhir tahun,” sarannya.

Ditengah ancaman inflasi karena cuaca, ditambah dengan adanya potensi melemahnya sejumlah sektor usaha, dan diperburuk dengan deflasi selama lebaran, Gunawan mengaku justru mengkhawatirkan bahwa masyarakat Sumut akan kehabisan energi (uang) untuk dipersiapkan sebagai modal belanja di sisa bulan hingga tutup tahun nanti.

Dan indikasi beberapa sektor ekonomi di kuartal kedua (Q2) tahun ini juga menunjukan gelajal yang kurang baik. Yang dikhawatirkan justru bisa memicu terjadinya koreksi pada pertumbuhan ekonomi SUMUT secara kuartalan. 

“Jadi tidak ada kata lain, seluruh stake holder di wilayah Sumut harus dilibatkan untuk mengatasi pemasalahan ini. Karena ekonomi Sumut sudah menunjukan gejala sakit yang perlu dicari obatnya,” pungkasnya. *(ika)