
SuaraTani.com - Jakarta| Anggota Komisi IV DPR RI Darori Wonodipuro menyampaikan kritik keras terhadap minimnya alokasi anggaran rehabilitasi hutan dalam RAPBN 2025.
Ia menyoroti ketimpangan besar antara luas hutan yang rusak dengan realisasi program rehabilitasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Rehabilitasi saja hanya 3.000 hektare. Dua puluh juta hutan rusak kok cuma 3.000? Berapa ratus tahun lagi kita merehabilitasi?” ujar Darori dalam rapat Komisi IV DPR RI bersama Menteri LHK di Senayan, Jakarta, Selasa, (8/7/2025).
Menurut Darori, anggaran KLHK yang hanya sekitar Rp7 triliun belum cukup untuk menangani kerusakan hutan secara serius. Padahal, kondisi hutan justru terus mengalami kemunduran, bahkan lebih buruk dibanding masa sebelumnya.
“Zaman saya dulu hutan sudah rusak, sekarang tambah rusak. Jadi ini bukan soal siapa menterinya, tapi karena tidak ada penanganan serius. Kalau mau tuntas, anggarannya harus ditambah. Saya usulkan kita duduk bersama untuk susun tambahan Rp10 triliun,” kata Darori.
Ia juga menyinggung peran hutan dalam mencegah bencana seperti banjir yang belakangan kerap melanda sejumlah daerah, termasuk kawasan tol di Jabodetabek.
Menurutnya, kerusakan daerah aliran sungai (DAS) dan kawasan hulu tidak bisa diselesaikan secara sektoral oleh daerah, melainkan membutuhkan pendekatan lintas wilayah dan dukungan pusat.
“Apa yang terjadi di Jawa Barat dan DKI? Hulunya itu tanggung jawab kita. Kalau hanya mengandalkan anggaran KLHK, tidak akan cukup. Dulu saya pernah usulkan DKI kasih Rp1 triliun per tahun buat penghijauan, tapi ditolak. Sekarang baru terasa akibatnya,” katanya.
Tak hanya soal kerusakan hutan dan banjir, Darori juga menyoroti pendekatan konservasi terhadap satwa liar, khususnya gajah.
Ia mengapresiasi perubahan regulasi yang kini lebih memungkinkan penanaman pakan satwa di dalam kawasan hutan, namun mengingatkan agar kebijakan itu diimplementasikan secara konkret.
Darori bahkan menyampaikan contoh praktik langsung di lapangan dengan menanam pohon nangka dan pisang sebagai pakan gajah yang efektif dan murah.
“Saya usul parit dibuat, gundukan ditanami pisang dan nangka. Ini sederhana tapi efektif,” ujarnya sembari mendorong anggota Komisi IV ikut menanam langsung di lapangan.
Ia juga meminta pemerintah menyiapkan strategi yang jelas dalam mengelola jutaan hektare kebun sawit yang sedang dialihkan kembali ke kawasan hutan oleh Satgas Sawit.
Menurutnya, tanpa konsep dan anggaran yang memadai, proses pengembalian lahan ke status kawasan hutan akan menimbulkan persoalan baru.
“Sekarang sudah 2 juta hektare sawit sudah dikembalikan ke hutan. Konsep Bapak apa? Ditanya ini. Yang dikonservasi mau diapakan? Yang di hutan lindung mau diapakan? Ini konsepnya belum ada,” kata Darori.
Darori juga menyoroti kebijakan tumpang tindih lahan yang menyebabkan konflik antara warga dengan Perhutani di daerah seperti Tasikmalaya dan Garut.
Ia meminta agar kasus pencabutan ribuan sertifikat warga karena dianggap berada di kawasan hutan diselesaikan melalui skema perhutanan sosial, agar masyarakat tidak semakin terpinggirkan. * (putri)