Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Perlu Ada Keseimbangan Prioritas Produksi Pangan Karbohidrat dan Protein

Anggota Komisi IV DPR RI Slamet dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Kementan, Senin (7/7/2025) di Senayan, Jakarta. foto: ist

SuaraTani.com - Jakarta| Anggota Komisi IV DPR RI Slamet mendukung adanya penambahan anggaran pada Kementerian Pertanian (Kementan). Besaran anggaran Kemenan tahun 2026 dinilai masih jauh dari harapan.

Pertama, terkait dengan anggaran sebesar Rp13,7 triliun, tentu ini masih jauh dari harapan. 

"Mungkin nanti Pak Menteri dapat menjawab pertanyaan dari Ibu Ketua. Jika saya berbaik sangka kepada Bapak Presiden, mungkin pengajuannya sedang ditunggu agar program-program yang diajukan sesuai visi misi Presiden. Mungkin berbaik sangka nya demikian, bukan berarti ditutup,” ujar Slamet dalam siaran pers yang dikutip, Selasa (8/7/2025) di Jakarta.

Sebelumnya, dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Kementan, Senin (7/7/2025) di Senayan, Jakarta, Slamet mengungkapkan apabila ada pengajuan angka sebesar Rp44,6 triliun, Kementan dapat merinci anggaran tersebut lebih detail agar betul-betul mendukung program prioritas yang sudah ditetapkan Presiden.

Ia menilai perlu adanya keseimbangan dalam prioritas produksi pangan apabila ke depannya anggaran yang diajukan tersebut disetujui. 

Jika selama ini, semangat meningkatkan produksi pangan berfokus pada pemenuhan karbohidrat, ia berharap ke depannya juga perlu memperhatikan keseimbangan konsumsi dan produksi protein.

“Jika nanti anggaran Rp44 triliun itu disetujui, harapannya fokus pada hal tersebut,” imbuhnya

Menurutnya, sarana dan prasarana di Kementan sudah cukup lengkap untuk mengelola pangan protein. Tetapi realitanya, Indonesia hingga kini masih mengimpor sapi sekitar 2 juta ekor per tahun.

“Padahal, kita memiliki peluang untuk menutup impor tersebut dengan memberikan perhatian khusus pada program inseminasi buatan yang dijalankan oleh Kementerian Pertanian,” terangnya

Contohnya di Singosari, yang luar biasa. Ia mendapat kabar terbaru bahwa straw yang dihasilkan sudah mampu melahirkan anak kembar.

"Jika ini didukung dengan anggaran yang memadai, impor sapi sebanyak 2 juta ekor tersebut sangat mungkin untuk kita kurangi atau bahkan penuhi sendiri,” jelas Slamet.

Maka dari itu, menurutnya akan lebih baik jika ada keseimbangan program, terutama terkait peternakan dengan memperkuat peran sektor peternakan. Adapun di saat yang sama, pemerintah juga juga perlu mengimbangi dengan pencegahan penyakit hewan.

Dikatakannya, dalam kunjungan teman ke Pusvetma, ia melihat semangat yang perlu diapresiasi. Jika pada masa pemerintahan sebelumnya Indonesia membutuhkan waktu sekitar 100 tahun untuk mendapatkan sertifikasi bebas PMK dari OIE (Organisasi Kesehatan Hewan Dunia), hari ini teman-teman di Ditjen PKH menargetkan pada 2035 Indonesia bebas PMK tanpa vaksinasi.

“Ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Namun, tentu saja harus didukung penuh, baik dari sisi produksi dengan penguatan balai inseminasi maupun dari sisi pencegahan penyakitnya,” jelasnya.

Ia berharap agar pada tahun 2026 penanganan PMK menjadi perhatian kementerian pertanian agar proses peternakan dari hulu ke hilir dapat dikawal dengan baik.

“Pusvetma harus terus didorong agar target bebas PMK dalam 10 tahun ke depan bukan hanya sekadar wacana di atas kertas, tetapi betul-betul memiliki dukungan penuh dari pemerintah,” kata Slamet.

Ia pun mengingatkan adanya amanah yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 18 yang telah direvisDi mana dalam UU tersebut disebutkan, pemerintah wajib membuat sistem kesehatan hewan secara nasional.

“Namun, sampai hari ini saya belum melihat sistem tersebut terwujud. Mohon hal ini dapat menjadi perhatian, dan jika perlu dianggarkan agar amanah undang-undang ini segera dapat direalisasikan,” pungkasnya. * (putri)