SuaraTani.com - Jakarta| Anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) Tahun 2026 melonjak signifikan hingga menembus Rp40,145 triliun.
Jumlah ini meningkat tajam dari usulan awal pemerintah sebesar Rp26,24 triliun, kemudian diperkuat oleh Badan Anggaran (Banggar) DPR menjadi Rp40 triliun, dan akhirnya ditetapkan dengan tambahan Rp145 miliar.
Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, menilai tambahan anggaran ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
Menurutnya, fokus program pertanian tahun depan tetap diarahkan pada pencapaian target swasembada pangan pada 2027.
“Fokus kita tetap pada ketahanan pangan sesuai arahan Presiden Prabowo. Tambahan anggaran ini menjadi peluang untuk memperkuat program prioritas pertanian, termasuk cetak sawah,” ujar Johan usai rapat kerja Komisi IV dengan Kementan, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Johan menekankan, meskipun anggaran besar sudah disetujui, fungsi pengawasan DPR akan semakin diperketat.
Ia menilai pengawasan menjadi kunci agar dana Rp40,145 triliun benar-benar tersalurkan untuk kebutuhan petani dan masyarakat.
“Kita setuju anggarannya, tapi kita akan terus melakukan pengawasan, baik melalui rapat-rapat rutin di komisi maupun di lapangan. Ini penting, karena baru pertama kali Kementan mendapat anggaran di atas Rp30 triliun,” tegasnya.
Politisi Fraksi PKB ini menjelaskan, fokus awal penggunaan anggaran pada 2026 masih pada penyiapan lahan melalui program irigasi, cetak sawah, hingga perpompaan.
Dari total anggaran, sekitar Rp11 triliun dialokasikan kepada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Ke depan, setelah lahan siap, konsentrasi akan diperluas pada pelibatan masyarakat dan pemberdayaan petani.
Namun, ia mengingatkan bahwa ketahanan pangan tidak hanya sebatas produksi, melainkan juga distribusi.
Menurutnya, efisiensi distribusi akan menentukan keterjangkauan harga beras dalam negeri.
“Kita harus memastikan distribusi pangan berjalan efisien. Jangan sampai biaya produksi dan distribusi beras dalam negeri justru lebih mahal daripada beras impor. Karena itu, penting dibuat kawasan pangan strategis untuk memperkecil rentang kendali dari hulu hingga hilir,” jelasnya.
Terkait program cetak sawah, Johan menyebut tantangan terbesar bukan hanya menyiapkan lahan, melainkan memastikan ekosistem pertanian berjalan lengkap.
Mulai dari ketersediaan air, petani profesional, benih, pupuk, hingga kesesuaian komoditas dengan kondisi tanah.
Karena itu, ia mendorong adanya forum diskusi rutin antara Kementan, DPR, dan para pemangku kepentingan untuk merumuskan langkah-langkah teknis.
Johan juga mengingatkan pentingnya diversifikasi pangan sesuai karakteristik daerah.
“Indonesia ini kepulauan. Orang Papua, Sulawesi, NTB, Jawa, mungkin makanannya berbeda. Karena itu diversifikasi pangan perlu dipikirkan sejak awal,” katanya.
Johan menegaskan bahwa amanah rakyat dalam bentuk anggaran besar harus dikelola dengan serius dan transparan.
“Ini niat baik presiden sudah luar biasa bahwa kita harus swasembada pangan 2027. Anggaran Rp40 triliun lebih ini harus kita kelola secara optimal. Jangan main-main dengan anggaran ini, karena rakyat bisa marah,” pungkasnya. * (erna)