Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

14 Substansi RUU KUHAP Siap untuk Disahkan dalam Paripurna Terdekat, Apa Saja?

Ketua Komisi III, Habiburokhman. foto: ist 

SuaraTani.com - Jakarta| Komisi III DPR RI menyepakati Revisi Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk dibawa ke tingkat II atau rapat paripurna. 

Kesepakatan ini diambil dalam rapat pleno RUU KUHAP antara Komisi III DPR RI dan Pemerintah yang digelar, Kamis (13/11/2025). 

Ketua Komisi III, Habiburokhman dalam rapat itu mengatakan, pengambilan keputusan ini diambil setelah 8 fraksi di Komisi III DPR RI menyampaikan pandangan terhadap hasil pembahasan RUU KUHAP dan sepakat untuk segera disahkan melalui rapat paripurna. 

"Dengan penetapan ini, RUU KUHAP akan disahkan dalam rapat paripurna terdekat yang digelar oleh DPR RI," jelasnya.

Habiburokhman mengatakan, proses pembahasan RUU KUHAP telah berlangsung sejak DPR menetapkannya sebagai usul inisiatif pada 18 Februari 2025. 

Menurutnya, terdapat kurang lebih 14 substansi utama dalam RUU KUHAP yang akan dibawa ke rapat paripurna DPR RI, yakni, 

Pertama, Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional. 

Kedua, Penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai-nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, dan restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.

Ketiga, penegasan prinsip diferensiasi fungsional dalam sistem peradilan pidana, yaitu pembagian peran yang proporsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin kemasyarakatan. 

Keempat, perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana. 

Kelima, penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk hak atas bantuan hukum, peradilan yang adil, dan perlindungan terhadap ancaman atau kekerasan.

Keenam, penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana, termasuk kewajiban pendampingan dan pemberian bantuan hukum cuma-cuma oleh negara.

Ketujuh, pengaturan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan. 

Kedelapan, perlindungan khusus terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lanjut usia, disertai kewajiban aparat untuk melakukan asesmen dan menyediakan sarana pemeriksaan yang ramah. 

Kesembilan, penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan. 

Kesepuluh, perbaikan pengaturan tentang upaya paksa dengan memperkuat perlindungan HAM dan asas due process of law, termasuk pembatasan waktu dan kontrol yudisial oleh pengadilan. 

Kesebelas, pengenalan mekanisme hukum baru, seperti pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman serta perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku korporasi.

Kedua belas, Pengaturan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi.

Ketiga belas, pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagai hak korban dan pihak yang dirugikan akibat kesalahan prosedur penegakan hukum. 1

Keempat belas, Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel. * (wulandari)