SuaraTani.com - Boyolali| Anggota Komisi IV DPR RI Herry Dermawan menyoroti penurunan populasi sapi perah di Kabupaten Boyolali sebagai dampak lanjutan dari wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang sempat melanda tahun lalu.
Dalam kunjungan kerja Komisi IV DPR RI ke Koperasi Peternak UD Pramono, Boyolali, Herry mengungkapkan bahwa meski kasus PMK telah berhenti, dampak ekonominya masih terasa hingga kini.
“Sapi-sapi yang sempat terjangkit tidak dapat berproduksi semaksimal mungkin, bahkan kemampuan reproduksi anak-anaknya juga terganggu,” ujar Herry usai Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IV di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (7/11/2025).
Dikatakannya, saat ini anggota koperasi UD Pramono mencapai 1.500 peternak, tetapi jumlah hasil produksi sapi perahnya terus menurun.
Untuk itu, Komisi IV DPR RI mendorong Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan agar segera melakukan program pemulihan ternak.
“Pemulihan bisa dilakukan melalui inseminasi buatan untuk menghasilkan anakan baru atau dengan mengganti indukan yang sudah tidak produktif. Dua hal ini harus segera dilakukan,” tegas Politisi Fraksi PAN ini.
Ia menambahkan, langkah tersebut juga sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan, khususnya di sektor susu. Saat ini kebutuhan susu nasional mencapai 3–4 juta liter per hari, namun sekitar 67 persen masih dipenuhi dari impor.
Menurut Herry, UD Pramono merupakan salah satu koperasi yang potensial untuk menjadi mitra pemerintah dalam meningkatkan produksi susu nasional.
“Pemerintah sedang menggalakkan impor indukan sapi perah. Kami sarankan agar pelaksanaannya melibatkan koperasi seperti UD Pramono, karena mereka sudah berpengalaman dan paham betul cara pemeliharaannya,” katanya.
Ia juga menyinggung potensi besar pasar susu domestik, terutama dengan meningkatnya kebutuhan dari masyarakat dan program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Kalau program MBG sudah berjalan untuk 80 juta orang, maka kebutuhan susu bisa mencapai 8 juta liter. Saat ini produksi nasional baru sekitar 1 hingga 1,5 juta liter, masih sangat jauh dari kebutuhan,” jelasnya.
Herry juga menilai bahwa peningkatan produktivitas sapi perah perlu didukung dengan pembinaan intensif mengenai pakan dan teknik pemeliharaan.
“Saat ini produksi rata-rata baru 15–20 liter per ekor per hari, padahal bisa ditingkatkan hingga 30 liter jika dikelola dengan baik,” ungkapnya.
Ia berharap, melalui perhatian pemerintah dan pendampingan berkelanjutan, peternak sapi perah di Boyolali dapat kembali bangkit dan berkontribusi besar terhadap peningkatan produksi susu nasional serta kesejahteraan masyarakat. * (wulandari)


