Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Komisi VI Minta Pemerintah Waspadai Risiko Fiskal Program Koperasi Merah Putih

Ilustrasi. Pemerintah diminta untuk berhati-hati agar pembangunan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) tidak menimbulkan beban fiskal baru di tingkat desa. foto: ist

SuaraTani.com - Tangerang Selatan| Program percepatan pembangunan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) dinilai memiliki semangat besar dalam pemerataan ekonomi, namun implementasinya dinilai belum sepenuhnya siap. 

Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto menilai pemerintah perlu berhati-hati agar proyek ini tidak menimbulkan beban fiskal baru di tingkat desa.

Kebijakan percepatan tersebut diatur melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Fisik Gerai, Pergudangan, dan Kelengkapan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. 

Melalui beleid ini, pemerintah menugaskan PT Agrinas Pangan Nusantara untuk membangun fisik gerai dan pergudangan koperasi di seluruh Indonesia.

“Ini kan baru keluar Inpres 17 (tahun) 2025 tentang percepatan pembangunan Koperasi Desa Merah Putih. Nah, ini ada perubahan. Artinya, dari Inpres 17 ini nanti yang membangun gudang, membangun gerai fisik gedung itu ada penugasan ke PT Agrinas,” ujar Darmadi dalam siaran pers yang dikutip, Sabtu (8/11/2025).

Sebelumnya, politisi Fraksi PDIP Perjuangan ini menghadiri rapat Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI yang digelar di Tangerang Selatan, Banten, Jumat (7/11/2025).

Darmadi menjabarkan bahwa mekanisme pembiayaan program ini dilakukan melalui pola channeling dari Bank Himbara langsung ke PT Agrinas. 

Setiap koperasi diproyeksikan memperoleh pembiayaan sekitar Rp3 miliar per gerai, dengan total 80 ribu koperasi yang akan dibangun. Dana tersebut bersumber dari alokasi Rp200 triliun milik pemerintah yang ditempatkan di Bank Indonesia.

“Jadi channeling dari Himbara langsung ke Agrinas untuk membangun gerai sekitar 2 koma (sekian) miliar, totalnya 3 miliar per gerai. Nah, itulah yang disebut percepatan karena itu dikejar dalam pembangunan ada fisik, gudang, gerai dan sebagainya,” jelasnya.

Ia menambahkan, apabila terjadi kemacetan pengembalian pinjaman, pemerintah telah menyiapkan skema pengalihan dari dana desa. Sebanyak 50 persen dari alokasi Rp60 triliun dana desa akan digunakan sebagai kompensasi untuk menutupi potensi gagal bayar koperasi

“Penyediaan penyaluran dana ini diambil dari dana milik pemerintah yang ada di BI, yang kemarin Rp200 triliun. Rp200 triliun itu dengan 3 miliar kali 80.000 itu sekitar Rp240 triliun. Jika terjadi macet koperasi ini maka akan diambil dari dana desa, dipotong 50% dari Rp60 triliun dana desa, berarti Rp30 triliun dalam 6 tahun. Berarti kan pengembaliannya Rp180 triliun,” terangnya.

Menurutnya, skema semacam itu berisiko tinggi jika tidak diimbangi dengan koordinasi lintas kementerian yang solid dan kesiapan sumber daya manusia di tingkat koperasi. 

Ia menilai, kecepatan pembangunan yang dikejar pemerintah perlu diimbangi dengan pengawasan agar tidak justru menghasilkan koperasi yang mangkrak.

“Percepatan ini memang dikebut sama pemerintah, tapi koordinasi ini menjadi sangat penting. Karena ini nggak gampang, jadi masalah SDM Koperasi Desa Merah Putih masih menjadi pertanyaan. Dugaan terjadinya bahwa ini tidak akan berhasil itu cukup besar kemungkinannya,” ujarnya.

Darmadi juga menekankan pentingnya kejelasan mekanisme tanggung jawab apabila program ini gagal di lapangan. Tanpa pengawasan dan pendampingan yang tepat, dikhawatirkan banyak koperasi hanya akan berdiri di atas bangunan fisik tanpa aktivitas ekonomi yang nyata.

“Siapa yang menanggung kalau macet? Siapa yang menanggung kalau usahanya macet? Bisnisnya yang macet, kau gerainya kan udah dibangun. Jangan-jangan nanti 80 ribu banyak yang mangkrak di situ, akhirnya nggak ada kegiatan di sana. Idenya bagus, tapi implementasi ini ada sedikit banyak masalah,” ungkapnya.

Diketahui, Pemerintah telah menerbitkan Inpres Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. 

Instruksi tersebut menugaskan para menteri, kepala lembaga, dan pemerintah daerah untuk berkolaborasi dalam mendirikan, mengembangkan, serta merevitalisasi koperasi desa. Tujuannya adalah memperkuat ketahanan pangan sekaligus menjadikan desa sebagai pilar utama pembangunan nasional.

Data dari Kementerian Koperasi dan UKM mencatat hingga November 2025 telah terbentuk lebih dari 82 ribu koperasi berbadan hukum di seluruh Indonesia, dengan 25 ribu gerai koperasi yang telah aktif beroperasi. 

Dari total tersebut, 1,19 juta warga desa dan kelurahan telah terlibat sebagai anggota koperasi.* (wulandari)