Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Komisi VI Pertanyakan Penyaluran Dana Rp55 Triliun dari Kemenkeu ke BRI

Komisi VI DPR RI menyoroti kebijakan penempatan dana sebesar Rp55 triliun oleh Menteri Keuangan (Menkeu) kepada BRI. foto: ist

SuaraTani.com - Bandung| Komisi VI DPR RI menyoroti kebijakan penempatan dana sebesar Rp55 triliun oleh Menteri Keuangan (Menkeu) kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI). 

Sejumlah anggota Komisi VI meminta penjelasan menyeluruh mengenai tujuan, skema, dan efektivitas penyaluran dana tersebut agar benar-benar berdampak pada sektor riil, terutama bagi pelaku UMKM di daerah

Langkah ini dinilai penting agar kebijakan pemerintah dapat berjalan transparan dan tepat sasaran bagi sektor riil dan pelaku usaha kecil di daerah.

Anggota Komisi VI DPR RI Rachmat Gobel mempertanyakan posisi BRI dalam program pemerintah, khususnya terkait pembentukan Koperasi Merah Putih

Ia menilai, sinergi antara BRI dan koperasi harus dirancang secara hati-hati agar tidak menimbulkan tumpang tindih program. 

Rachmat Gobel juga mengingatkan agar kebijakan baru tidak justeru merugikan upaya pemberdayaan ekonomi rakyat yang telah dibangun sebelumnya.

“Koperasi Merah Putih ini katanya akan ada apotek, akan ada macam-macam, penyaluran gas (juga ada). Kan itu jadi bidang Bapak juga sebetulnya. Di mana posisi BRI dalam hal programnya pemerintah Koperasi Merah Putih ini,” tegas Gobel dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI di Bandung, Jawa Barat, Jumat (7/11/2025).

Gobel mendorong agar BRI berperan aktif memperkuat tata kelola dan manajemen keuangan koperasi rakyat. Kolaborasi antara BRI dan koperasi dapat menjadi solusi konkret dalam memperluas akses keuangan masyarakat.

“Saya cuma mau tahu, paling bagus lagi memang misalnya BRI dalam rangka bangun sinergi, (uang) yang pensiunan taruh saja Pak di Koperasi Merah Putih untuk bantu manajemen keuangannya, manajemen perencanaan dan sebagainya. Sehingga semua-semuanya jalan nih. Itu harapan saya sih sebetulnya.,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Nasril Bahar menyoroti efektivitas kebijakan penempatan dana Rp55 triliun tersebut. 

Ia mempertanyakan alasan penempatan dana dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang begitu besar di tengah rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) BRI yang dinilai masih tinggi. 

Menurutnya, kebijakan ini perlu dievaluasi agar tidak menjadi beban keuangan yang tidak produktif bagi bank maupun negara.

“Terhadap penempatan dana SAL yang Rp55 triliun dari Menteri Keuangan itu untuk apa dan diperuntukkan untuk apa? Sebelum itu, berapa jumlah LDR yang masih berada di BRI sendiri? Karena saya pikir sia-sia Menteri Keuangan menempatkan dana Rp55 triliun, sementara LDR-nya masih banyak,” tegas Nasril Bahar.

Ia juga menyoroti kesenjangan penyaluran kredit antara pusat dan daerah. Dana masyarakat di daerah kerap tidak kembali dalam bentuk pembiayaan yang berpihak pada masyarakat setempat dan tidak berkontribusi untuk pembangunan dadah, khususnya yang terjadi di Jawa Barat.

“Untuk Jawa Barat, berapa sih kontribusi BRI untuk LDR Jawa Barat? Karena banyak orang Jakarta yang minjam ke bank yang dari Jawa Barat, bukan untuk orang Jawa Barat sendiri. Orang Jakarta punya rekening Jawa Barat, sementara orang Jawa Barat menabung tidak dikontribusikan untuk apa? Dikontribusikan untuk Jawa Barat sendiri,” ujarnya.

Komisi VI DPR RI menegaskan akan terus mengawasi penyaluran dana pemerintah melalui Himbara agar kebijakan tersebut benar-benar mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. 

Penguatan peran BUMN perbankan dinilai penting untuk memastikan pemerataan akses pembiayaan dan pemberdayaan ekonomi rakyat di seluruh wilayah Indonesia. * (wulandari)