SuaraTani.com - Jakarta| Presiden RI, Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2025.
Perpres ini merupakan perubahan atas Perpres Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.
Regulasi ini menitikberatkan pada perbaikan mekanisme pembayaran subsidi, penguatan pengawasan penyaluran, serta penegasan prioritas pemenuhan kebutuhan pupuk dalam negeri.
Direktur Pupuk Kementerian Pertanian (Kementan), Jekvy Hendra, mengatakan perubahan paling mendasar dalam Perpres 113 terdapat pada mekanisme pembayaran subsidi pupuk.
“Perubahan dalam hal pembayaran subsidi tertuang dalam Perpres pada Pasal 14,” kata Jekvy dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (14/12/2025).
Dalam ketentuan baru tersebut, pembayaran subsidi untuk pengadaan bahan baku diberikan kepada BUMN Pupuk sebelum proses produksi dan penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan.
Skema ini dinilai dapat meningkatkan efisiensi pembayaran dan kinerja industri pupuk nasional.
Sistem ini menyesuaikan harga pupuk berdasarkan harga pasar riil dan fluktuasi nilai tukar, dengan tujuan agar subsidi lebih tepat sasaran, lebih efisien, dan mendorong revitalisasi pabrik pupuk BUMN agar lebih kompetitif.
Pasal tersebut juga menyebutkan, BUMN Pupuk menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana subsidi untuk keperluan pengadaan bahan baku kepada kuasa pengguna anggaran.
Selain perubahan mendasar pada mekanisme pembayaran subsidi, Perpres 113 Tahun 2025 juga mempertegas sekaligus memperluas pengawasan pupuk bersubsidi, termasuk terhadap aspek penyaluran fisik dan akuntabilitas keuangan subsidi.
Menurut Jekvy, pupuk bersubsidi ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan pemerintah karena merupakan program strategis untuk mendukung ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Pengawasan tersebut dilakukan untuk memastikan penyaluran pupuk bersubsidi tepat sasaran sesuai prinsip 7T, yakni tepat jenis, jumlah, mutu, waktu, tempat, harga, dan penerima.
Dengan pengawasan yang lebih ketat, pemerintah berupaya menutup celah penyalahgunaan subsidi, menjaga efektivitas anggaran negara, serta memastikan stabilitas harga pangan nasional.
“Selain itu, kebijakan ini memberikan dukungan kepada petani agar dapat membeli pupuk dengan harga terjangkau, melindungi petani, serta meningkatkan hasil panen dan kesejahteraan petani,” jelasnya.
Selain itu, kebutuhan pupuk untuk mendukung program Kementan seperti cetak sawah, optimalisasi lahan, serta berbagai kegiatan lain yang mendukung program swasembada pangan, juga harus dipenuhi terlebih dahulu.
Terkait rencana penerapan skema marked to market dalam tata kelola pupuk, Jekvy menegaskan kebijakan tersebut belum diterapkan.
“Masih menunggu naskah akademis ataupun kajian yang sedang dilakukan oleh internal Kementan dan External Kementan (IPB),” imbuhnya. * (junita sianturi)


