Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

CSA SIMURP Hasilkan Padi Berlimpah, Ini Rahasianya

Kegiatan Demplot CSA SIMURP pada tanaman padi varietas Mekongga di Desa Denai Lama, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deliserdang. suaratani.com - ist

SuaraTani.com - Medan| Hamparan luas yang menguning dengan bulir-bulir padi yang berisi padat pertanda padi siap untuk dipanen. Senyum sumringrah pun menghias wajah Jumadi, sang pemilik tanaman. Betapa tidak, panen kali ini berbeda dengan panen sebelum-sebelumnya. Panen lebih cepat tiga hari,  produksi  tinggi dengan biaya produksi sangat irit.

Itu dibuktikan dengan perolehan hasil gabah kering panen (GKG) mencapai 8,1 ton per hektare pada panen yang dilakukan  tanggal 20 Januari 2021 lalu. 

“Ada peningkatan berkisar satu ton dari pertanaman yang kami lakukan selama ini. Biasanya, hasil panen kami berkisar 6,5 sampai 7 ton per hektare GKP,” kata Jumadi, kepada SuaraTani.com, di tengah-tengah panen yang dilakukan saat itu di  Desa Denai Lama Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deliserdang, Provinsi Sumatera Utara (Sumut). 

Panen tidak dilakukan Jumadi seorang melainkan turut disaksikan petani lainnya yang tergabung dalam Kelompok Tani Pulau  Naga, Kepala Bidang (Kabid) Penyuluhan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Sumut M Taufik Batubara, Kabid Penyuluhan Dinas Pertanian Deliserdang, Kepala Seksi beserta staf, Kepala UPTD Pantai Labu, Koordinator BPP Pantai Labu beserta penyuluh serta Mantri Statistik Kecamatan Pantai Labu  Marudhut Sinambela.

Itu karena, lahan Jumadi dijadikan sebagai model kegiatan demplot Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Climate Smart Agricuture (CSA) Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) TA 2020. 

SIMURP merupakan modernisasi irigasi strategis dan program rehabilitasi mendesak yang pengelolaannya melibatkan empat kementerian/lembaga, yakni Bappenas, Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian PUPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Dalam pelaksanaannya di lapangan, petani diajarkan dengan berbagai teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas atau hasil-hasil pertanian dengan biaya produksi murah, mulai dari pemilihan benih unggul, penanaman, pemupukan, dan sistem perairan. 

Jumadi yang juga petani peserta SIMURF, yang pernah mengikuti pelatihan CSA di BPP Pantai Labu pertengahan tahun 2020 lalu, mengatakan tingginya produksi yang mereka peroleh bukan karena penggunaan pupuk konvensional yang berlebih, tapi karena penggunaan pupuk kompos yang mencapai 10 ton per hektare.

“Jadi, kami hanya menggunakan pupuk kompos 10 ton per hektare dan urea 100 kg per hektare. Sebelumnya, kami  menggunakan pupuk urea 100 kg per hektare, SP36 sebanyak 50 kg, NPK Phonska 100 kg  dan KCl  30 kg per hektare. Intinya,  penggunaan pupuk kimia hanya 50% dari anjuran  biasa,” terang Jumadi didampingi Penyuluh, Ivan Kurniawan.  

Model CSA SIMURP

Panen padi sawah varietas Mekongga yang ditanam pada Kegiatan Demplot CSA SIMURP pada tanaman padi varietas Mekongga di Desa Denai Lama, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deliserdang. suaratani.com - ist

Penanam padi sawah yang dilakukan tanggal 20 Oktober 2020 lalu menurut Kepala Bidang Penyuluhan Dinas TPH Sumut, M Taufik Batubara, menggunakan  benih padi varietas Mekongga. Sementara teknologi penanaman menggunakan jajar legowo 2:1.  

Secara umum, kata Taufik, pengunaan varietas dan teknologi legowo 2:1 itu sudah sering digunakan petani. Tetapi, penggunaan pupuk kompos yang mencapai 10 ton itu belum banyak dilakukan petani. Penggunaan kompos sebanyak itu, membuat tanah pertanian yang selama ini mulai ‘sakit’ dan  tergantung pada pupuk kimia menjadi gembur dan subur.

Namun, tidak hanya itu saja, ada faktor lain yang menyebabkan produktivitas padi juga meningkat. Diantaranya, pengaturan air sesuai kebutuhan tanaman. Hemat air yang dilakukan tidak membuat tanaman menjadi merana malah sebaliknya tanaman menjadi  lebih baik. Hemat air berarti menyediakan air disaat tanaman benar-benar ‘haus’.

“Selama ini, kecenderungan petani adalah menggenangi tanamannya dengan maksud agar tanaman tumbuh subur. Padahal, dengan tergenangnya tanaman akan membuat perubahan sifat tanah, seperti sifat morfologi, fisik, kimia, mikrobiologi dan sifat-sifat lainnya. Sehingga sifat tanah sawah berbeda dari sifat asalnya,” terang Taufik, Selasa (26/1/2021), di Medan.

Selain itu, umur varietas padi sawah berpengaruh terhadap konsumsi air. Semakin pendek atau genjah (90 -100) umur tanamaan padi, makin sedikit total konsumsi air bila dibanding dengan varietas padi sawah berumur lebih panjang atau lebih dari 125 hari. 

“Makanya, penggunaan varietas padi umur genjah sangat dianjurkan kepada petani, seperti yang kita gunakan sekarang ini, varietas Mekongga, umur panennya berkisar 90-an hari,” kata Taufik.

Hal lainnya yang membuat produksi meningkat adalah penggunaan pupuk kompos atau pupuk organik yang mencapai 10 ton per hektare. Jumlah yang terbilang banyak itu, menurut Taufik, karena mengingat lahan pertanian di Sumut sudah mengalami degradasi fungsi tanah. Hal itu membuat ongkos produksi yang dikeluarkan petani menjadi lebih mahal. 

“Penambahan biaya produksi lebih kepada penggunaan pupuk kimia sintetis atau pupuk anorganik. Akibatnya, margin yang diperoleh petani menjadi rendah,” kata Taufik.

Dalam hal demplot yang dilakukan ini, Taufik mencontohkan, adanya pengurangan pemakaian pupuk anorganik hampir 50% dari penggunaan normal petani. Seperti yang disampaikan Jumadi, tadi kata Taufik, mereka hanya menggunakan  pupuk kompos 10 ton per hektare dan urea 100 kg per hektare. Tanpa pemberian pupuk lainnya. 

“Hanya dua macam itu saja. Itu artinya, sudah terjadi penghematan biaya produksi dengan tidak mengurangi hasil panen, malah produksi meningkat berkisar satu ton, dari selama ini berkisar 6,5-7 ton GKP per hektare menjadi 8,1 ton per hektare,” terangnya.

Jadi, petani tidak perlu khawatir dengan model penanaman yang dilakukan ini. Demplot ini kata Taufik, sebagai bukti bahwa dengan sistem pertanian yang terarah sebagaimana yang ditekankan dalam model CSA SIMURP ini  sangat menguntungkan petani dan lingkungan. Tanah menjadi gembur, subur dan sehat yang  berdampak pada tanaman dan lingkungan.  

Apalagi, lanjut Taufik, pupuk kompos yang digunakan petani merupakan pupuk yang dibuat sendiri oleh petani dengan menggukan kotoran hewan dan bahan-bahan yang ada di sekitarnya. Begitu juga  penggunaan pestisida dan sejenisnya dalam mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan, petani  menggunakan asap cair.

“Kita berharap, dengan model yang dibuat ini, petani menjadi melek dan dapat menerapkan di lahannya masing-masing,” kata Taufik.  

Model pertanian yang dilakukan ini, kata Taufik, juga telah dilihat dan didukung oleh Gubernur Sumut,  Edy Rahmayadi yang hadir khusus melihat pertanaman padi dengan model CSA SIMRUP ini dan melakukan panen secara seremonial. * (junita sianturi)