Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Soal Kebocoran Gas, Walhi: Buruknya Tata Kelola PLTP Sorik Marapi

Sejumlah warga menolong warga lainnya yang pingsan setelah terhirup gas beracun yang berasal dari PLTP Sorik Marapi, Senin (25/1/2021). Akibat kebocoran gas beracun ini, lima orang warga meninggal dunia. suaratani.com-ist

SuaraTani.com - Medan| Peristiwa tewasnya lima orang  di Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan  sejumlah orang lainnya mendapat perawatan medis akibat diduga menghirup gas beracun menjadi pelengkap buruknya tata kelola perizinan, perencanaan dan pelaksanaan hingga pengoperasian PLTP Sorik Marapi. 

Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Doni Latuparisa mengatakan,  sejak awal rencana pembangunan PLTP tersebut sudah terjadi persoalan yang seharusnya membuat pengerjaannya tidak dapat dilanjutkan. 

"Pada April 2016, komunitas Mandailing perantauan sudah mempertanyakan ke Kementerian ESDM terkait akuisisi 100 persen PT SMGP kepada KS Orka (Singapura). Mereka merasa dicurangi karena PT SMGP hanya jadi agen asing untuk menguasai lahan di Mandailing Natal," kata Doni  dalam keterangan tertulis, Selasa (26/1/2021). 

Dikatakannya, jauh sebelumnya yakni pada 9 Desember 2014, Bupati Madina  sudah membekukan izinnya dengan pertimbangan perusahaan ini membuat masyarakat menjadi korban dan tahap eksplorasi sudah merusak lingkungan hidup. Namun, izinnya kembali dikeluarkan oleh Kementerian ESDM pada April 2015. 

"Di dalam Permen ESDM No 37 Tahun 2018 tentang Penawaran wilayah kerja panas bumi, pemberian izin panas bumi dan penugasan pengusahaan panas bumi. Pemegang izin berkewajiban memahami dan menaati K3 baik terhadap warga juga masyarakat yang berada di sekitar lokasi. Selain itu perusahaan juga wajib melakukan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan di lokasi PLTP," sebutnya. 

Atas kejadian ini, Walhi menilai perusahaan tidak mampu menjalankan kewajibannya terhadap peraturan tersebut. 

"Kami berharap Kementrian ESDM bisa mengambil sikap dengan mengevaluasi izin PLTP (Pembangkit listrik tenaga panas) ini, karena tidak menutup kemungkinan ke depan akan semakin banyak yang akan menjadi korban, baik masyarakat juga lingkungan," tutup Doni Latuparisa. * (ika/ril)