Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

La Nina Berakhir Juni, Pabrik Karet Masih Kekurangan Pasokan

Petani menyadap getah karet. BMKG memprakirakan fenomena iklim global La Nina masih akan bertahan hingga periode Maret-April 2021. Kondisi ini  masih akan memberi dampak pada produktivitas getah karet. suaratani.com - dok 

SuaraTani.com - Medan| Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan fenomena iklim global La Nina masih akan bertahan hingga periode Maret-April 2021, namun intensitasnya akan berkurang dari sedang atau moderate menuju lemah. Nantinya di bulan Juni, fenomena ini akan berakhir dan akan kembali normal. 

Kondisi ini menurut Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara (Sumut), Edy Irwansyah masih akan memberi dampak pada produktivitas karet. 

“Pabrik masih akan kekurangan pasokan,” ujar Edy Irwansyah ketika dihubungi, Kamis (25/3/2021), di Medan.

Edy mengatakan, perubahan iklim yang berdampak pada suhu udara yang semakin meningkat, curah hujan yang ekstrim baik yang menimbulkan kekeringan dan banjir yang makin sering terjadi, munculnya serangan penyakit menjadikan tantangan bagi usaha perkebunan karet.     

“Ini membuat pemilik perkebunan karet perlu lebih memperhatikan perubahan iklim dan membuat strategi adaptasinya,” kata Edy. 

Dijelaskannya, La Nina memberikan dampak yang cukup besar terhadap tanaman karet. Misalnya, pembungaan tanaman terganggu karena hujan, produksi biji menurun. Bagi kebun sumber benih akan mengurangi kapasitas produksi bibit. Selain itu, La Nina juga membuat  hari sadap berkurang. 

“Dalam setahun itu, ada 300 hari sadap. Dan tambahan kehilangan 9 hari sadap karena La Nina rata-rata akan menurunkan produksi sebesar tiga persen.  Selain itu, kehilangan karena lateks tercuci, keterlambatan sadap karena tambahan hari hujan selama 56 hari hujan, sekitar 3,7%.  Rata-rata kehilangan produksi sebesar 20% saat terjadi hujan,” terangnya. 

Dikatakannya, La Nina juga mengakibatkan terjadinya gugur daun Colletotrichum yang di tahun 2010 mengakibatkan produksi turun hingga 12%. Sementara gugur daun pestalotiopsis yang terjadi di tahun 2017 mengakibatkan penurunan produksi hingga 30%. 

Dan di tahun ini, terjadi anomali iklim La Nina yang tidak ekstrim. Dilaporkan di daerah Jambi dan Kalimantan Barat, tanaman terserang, namun di Sumatera Selatan (Sumsel), saat ini daun masih dalam kondisi baik. Karenanya dibutuhkan kewaspadaan.

Sementara untuk dampak iklim El Nino menurut Edy, mengakibatkan tanaman mengalami penurunan produksi. Pada El Nino yang terjadi di tahun 1997, produksi karet mengalami penurunan hingga sebesar 25% di semester II, atau10% dalam setahun. 

“Selain itu, tanaman karet lebih sensitif  dengan api. Dari observasi di lapangan, udara panas dapat mengakibatkan tanaman karet mati. Tanpa adanya indikasi batang yang hangus, tanaman karet bisa mati.  Karena itu perlu satgas pencegahan kebakaran kebun,” pungkasnya. * (ika)