Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jandres Silalahi: TPL Murni Gunakan Kayu Eucalyptus Hasil Tanaman Sendiri

Direktur PT TPL Jandres Silalahi memberikan keterangan kepada wartawan usai dialog "Menakar Untung-Rugi Berdirinya TPL di Tanah Batak" yang digelar oleh Eksponen Cipayung Plus, Jumat (25/6/2021) malam, di Medan. suaratani.com - junita sianturi

SuaraTani.com – Medan| Selama 30 tahun operasionalnya, PT  Toba Pulp Lestari (TPL), Tbk menanam dan, memanen kayu eucalyptus hasil tanaman sendiri di atas lahan 48.000 hektare  yang tersebar disejumlah kabupaten di  Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

Adapun area penanaman eucalyptus tersebut,  yakni Kabupaten Simalungun, Asahan,  Toba, Pakpak Bharat, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Humbang Hasundutan, Dairi, Samosir, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kota Padangsidimpuan.

“Jadi, setiap tahun rencana kerja tahunan kita hanya berada di kisaran 48.000 hektare itu ditambah dengan areal kemitraan masyarakat di luar konsesi sekitar 7.000 hektare,” kata Direktur PT TPL Jandres Silalahi kepada wartawan usai dialog "Menakar Untung-Rugi Berdirinya TPL di Tanah Batak" yang digelar oleh Eksponen Cipayung Plus, Jumat (25/6/2021) malam, di Medan.

Untuk sekarang ini, kata Jandres, memasuki rotasi yang keenam dimana tiap rotasi butuh waktu lima tahun.  Dan, dalam setahun luasan kayu eucalyptus yang dipanen rata-rata mencapai angka antara 10.000-13.000 hektare dengan jumlah tonase sesuai kapasitas pabrik TPL, yakni 1,1 juta ton per tahun.

“Seharusnya, di lokasi Natumingka saat ini panen atau rotasi keenam kalinya. Tapi, karena ribut jadi terkendala. Sampai panen kelima, itu tidak pernah ada masalah. Komunikasi kita dengan masyarakat Natumingka sangat bagus, makanya  CSR TPL bisa dilakukan selama ini. Sampai Oktober 2020 lalu terjadi konflik,” jelas Jandres.

Dalam kondisi tersebut,  Jandres mengatakan, pihaknya tidak menyalahkan siapapun karena tujuan perusahaan adalah bagaimana bersama masyarakat bisa kondusif, bermitra dan  masyarakat hidup sejahtera. 

Jandres juga menegaskan,  pihaknya tidak pernah melakukan penebangan hutan sebagaimana yang dituduhkan kepada perusahaan. 

“Saya tegaskan, TPL hanya menjalankan operasionalnya di atas lahan 48.000 hektare tadi. Kami hanya menanam dan memanen kayu eucalyptus. Murni eucalyptus, bukan pinus. Karena pabrik kita (TPL) hanya mengonsumsi eucalyptus seratus persen. Jadi, tidak ada pinus, tidak ada kayu alam, tidak ada kemenyan,” tegasnya.

Terkait kemitraan TPL dengan masyarakat, Jandres mengatakan, ada tiga jenis. Pertama, penanaman eucalyptus dengan sistem bagi hasil. Kedua, kemitraan dengan penanaman hasil hutan bukan kayu. 

“Jadi, kalau kita sebut hasil hutan bukan kayu itu, kita ada menanam aren, menanam jengkol, petai, kayu manis. Setelah kita tanam, kita serahterimakan ke masyarakat dan hasil panennya seratus persen masyarakat,” jelasnya.

Kemitraan yang ketiga, lanjut Jandres, adalah tumpang sari pada tanaman eucalyptus yang baru ditanam sampai satu tahun. Tumpang sari yang dilakukan sekarang ini adalah eucalyptus dan jagung. Ini juga kata dia, sebagai bukti bahwa eucalyptus bukanlah tanaman perusak lingkungan seperti yang dituduhkan selama ini. Dimana, eucalyptus dituduhkan sebagai tanaman beracun, rakus air. 

“Dengan dilakukannya tumpang sari eucalyptus – jagung, menunjukan tanaman eucalyptus bisa bersahabat dengan tanaman lain,” ucap Jandres. 

Dalam dialog tersebut, turut hadir sebagai pembicara  Komisi B DPRD Sumut M Andri Alfisah, Effendi Naibaho (MPM Unika 2011-2012), Andika Syahputra (HMI Sumut 2012-2014) dan moderator Turedo Sitindaon (GMNI Sumut 2012-2014).  

Sementara itu, anggota DPRD Sumut M Andri Alfisah mengatakan, untuk membicarakan konflik yang tengah terjadi antara TPL dan masyarakat, dalam waktu dekat ini pihaknya akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan mengundang masing-masing perwakilan. * (junita sianturi)