
SuaraTani.com – Medan| Wali Kota non aktif Tanjungbalai, Muhammad Syahrial, dinyatakan terbukti bersalah menyuap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Stepanus Robinson Pattuju, sebesar Rp1,6 miliar lebih. Ia dihukum dua tahun tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan.
"Menyatakan terdakwa Muhammad Syahrial tersebut di atas tebukti secara sah melakukan perbuatan korupsi sebagaimana dalam dalam dakwaan altenatif kedua penuntut umum. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 tahun," kata Ketua Majelis Hakim As'ad Rahim Lubis, dalam sidang yang digelar virtual, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (20/9/2021) petang.
Dalam amar putusan disebutkan, terdakwa terbukti bersalah, melakukan tindak pidana korupsi secara berkelanjutan, yakni secara bertahap memberikan uang suap.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana dalam pidana Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana," ujar hakim.
Selain pidana penjara, terdakwa juga dibebankan membayar denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan. Tidak hanya itu, majelis hakim juga belum dapat mengabulkan permohonam justice collaborator dari terdakwa.
"Menolak permohonan justice collaborator terdakwa," tegas hakim
Hakim mengatakan, pertimbangan yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya, sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum.
Sedangkan hal meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya dan kooperatif selama dalam persidangan. Pada sidang sebelumnya, KPK menuntut terdakwa dengan pidana 3 tahun penjara, denda senilai Rp150 juta dengan subsidair 6 bulan kurungan.
Dalam dakwaan jaksa KPK, terdakwa Syahrial meminta Stepanus Robinson Pattujulu agar tidak menaikkan kasus perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang sedang ditangani oleh KPK. Permintaan tersebut bertujuan agar proses Pilkada periode kedua tahu 2021-2026 yang akan diikuti tidak bermasalah.
Perbuatan Syahrial berawal pada Oktober 2020, di mana saat itu dia berkunjung ke rumah dinas Wakil Ketua DPR RI Muhammad Azis Syamsudin.
Terdakwa dan Azis Syamsudin lalu membicarakan mengenai pilkada yang akan diikuti oleh terdakwa di Tanjungbalai, lalu Azis Syamsudin menyampaikan kepada terdakwa akan mengenalkan dengan seseorang yang dapat membantu memantau dalam proses keikutsertaan terdakwa dalam pilkada tersebut.
Setelah setuju, Azis Syamsudin mengenalkan Stepanus Robinson Pattuju kepada terdakwa.
Terdakwa menyampaikan kepada Stepanus Robinson Pattuju akan mengikuti Pilkada periode kedua tahun 2021 sampai dengan Tahun 2026, namun ada informasi laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pekerjaan di Tanjungbalai dan informasi perkara jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai yang sedang ditangani oleh KPK.
Sehingga terdakwa meminta Stepanus Robinson Pattuju supaya membantu tidak menaikkan proses penyelidikan perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang melibatkan terdakwa ke tingkat Penyidikan agar proses pilkada yang akan diikuti oleh terdakwa tidak bermasalah.
Atas permintaan terdakwa, Stepanus bersedia membantu dan saling bertukar nomor telepon. Kemudian, Stepanus menelpon rekannya advokat, Maskur Husain. Maskur menyanggupi untuk membantu pengurusan perkara tersebut asalkan ada dananya sebesar Rp1,5 miliar. Permintaan ini ini disetujui Stepanus untuk disampaikan kepada terdakwa.
Uang itu dikirimkan terdakwa secara bertahap melalui rekening Riefka Amalia, yang merupakan saudara dari teman perempuan Stepanus, dengan total keseluruhan mencapai RpRp1.695.000.000. *(rag)