Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bustanul Arifin: Sawit Keunggulan Komparatif yang Tidak Bisa Diikuti Banyak Negara

Media Briefing Prospek Industri Sawit Indonesia secara daring di Jakarta, Jumat (8/10/2021). suaratani.com - ist

SuaraTani.com - Medan| Wakil Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) PERHEPI, Prof Bustanul Arifin, mengatakan prospek industri kelapa sawit dalam perekonomian Indonesia masih besar bahkan pada saat pandemi Covid-19. 

Harga minyak sawit mentah tumbuh di luar perkiraan dalam beberapa bulan terakhir. Pada April 2019, harga minyak sawit masih di level Rp6.750 per kg, sedangkan per 24 September 2021 sudah menyentuh Rp12.951 per kg. Turunnya kepercayaan terhadap dolar juga memunculkan spekulasi yang memicu naiknya harga minyak sawit mentah.

“Dinamika sawit global masih akan terus terjadi. Indonesia harus lebih siap menjawab tantangan dari pasar Uni Eropa dengan memperkuat diplomasi. Dari dalam negeri, perlu dilakukan perbaikan perencanaan dan tata ruang wilayah dan hilirisasi, termasuk B30 yang sudah menaikkan harga CPO di dalam negeri,” kata Bustanul Arifin pada acara Media Briefing Prospek Industri Sawit Indonesia secara daring di Jakarta, Jumat (8/10/2021). 

Acara yang dipandu oleh Mysister Silvilona Tarigan tersebut, menghadirkan narasumber lainnya  Komisaris PT Nusantara Sawit Sejahtera, Dr Robiyanto, dan akedemisi dari IPB, Dr Ir Rachmat Pambudy MS. 

Di sisi lain, dia menilai pemerintah harus lebih gencar melakukan diplomasi, terutama kepada Uni Eropa, baik pada masa krusial pandemi Covid-19 dan kelak pascapandemi. Di dalam negeri, dia menilai pemerintah perlu membuka moratorium lahan kebun sawit. 

Bustanul juga mengatakan, Indonesia jangan terkecoh dengan kampanye negatif yang mengatasnamakan lingkungan oleh kompetitor minyak nabati dunia. Alasannya, sawit adalah keunggulan komparatif yang tidak bisa diikuti oleh banyak negara.

“Justeru Indonesia harus berjuang. Jangan hanya menjadi penguasa produksi, tetapi juga dari sisi perdagangan dunia. Sudah saatnya, pemerintah dan asosiasi memperjuangkan agar harga sawit internasional ditentukan di Indonesia, bukan Pasar Komoditas Rotterdam,” terangnya.

Indonesia sedang mendaftarkan diskriminasi Uni Eropa atas restriksi impor atas sawit Panel Sengketa ke WTO, dengan membawa fakta bahwa sawit paling efisien dari sisi penggunaan lahan dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. 

Dia menyebutkan, luas lahan tanaman kelapa sawit hanya 6,6% dari total areal tanaman minyak nabati, tetapi produksinya mampu memenuhi 38,7% kebutuhan konsumen dunia. Sangat efisien, jika dibandingkan dengan kedelai yang menguasai 50% lahan, tetapi produksinya tidak sampai 20% dari total pasokan minyak nabati global. 

Luas areal kelapa sawit di Indonesia tahun 2020 adalah 16,5 juta hektare dengan produksi 51,6 juta ton. Dari angka itu, 41% merupakan kebun milik rakyat. Produktivitas CPO sawit rakyat rata-rata 3 ton per hektare, kebun swasta besar 4 ton per hektare dan kebun milik negara PTPN sebanyak 3,9 ton per hektare.

Sawit Aset Nasional

Sementara itu, Akademisi Institute Pertanian Bogor (IPB), Dr Rachmat Pambudy mengatakan, pemerintah dan masyarakat harus dapat memastikan perlindungan terhadap keunggulan komparatif Indonesia. Kelapa sawit harus menjadi bagian dari aset nasional. 

“Keunggulan Komparatif Indonesia dari sawit sudah berhasil menjadikan Indonesia dapat bersaing di pasar internasional lebih dari 30 tahun terakhir sebagai penghasil minyak nabati terbesar di dunia,” terangnya.

Pengawasan pemerintah dan konsumen, telah membawa industri sawit terus melakukan perbaikan. Pelaku industri sawit juga telah diwajibkan mengikuti Perpres Nomor 44/2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO).

Regulasi sawit, kata Pambudy, terus diperbaiki. Pelaku industri sudah mulai menerapkan ISPO atau RSPO sebagai standar bersama, sehingga produk CPO Indonesia juga lebih baik dan dipercaya konsumen. Langkah ini juga masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. 

Sebelumnya, Komisaris PT Nusantara Sawit Sejahtera, Dr Robiyanto, mengatakan pihaknya menilai sekarang adalah waktu yang tepat untuk melepas saham kepada publik. Terutama melihat dari potensi kenaikan harga CPO menyusul kenaikan kebutuhan minyak nabati dunia. 

“Harga komoditas oke, Pemerintah melakukan berbagai perbaikan regulasi,  Perusahaan siap menjalankan tata kelola perusahaan yang baik. Ini menjadi dasar kami menggelar IPO,” jelasnya.  * (junita sianturi)