Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hanya Naik 0,93%, Kenaikan UMP Tak Mampu Tambah Daya Beli Buruh

Pemerhati ekonomi Sumut Gunawan Benjamin.suaratani.com-dok


SuaraTani.com – Medan| Besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP)  Sumatera Utara (Sumut) tahun 2022 yang hanya sebesar 0,93% dibandingkan UMP tahun 2021, atau dari angka Rp2.499.423 menjadi 2.522.609 di tahun jauh dari permintaan para buruh sebesar 5%. 

Besaran kenaikan UMP  itu memang hanya sebesar inflasi Sumut di tahun 2021, yang diperkirakan dikisaran 0.9 persenan sampai 1%.

Kenaikan UMP sebesar itu menurut pemerhati ekonomi Sumut Gunawan Benjamin hanya menambal kenaikan harga barang dan jasa mengacu kepada besaran inflasi. Tidak untuk menambah daya beli kaum buruh. 

“Jadi kalau gaji kita, siapapun itu naiknya sesuai besaran inflasi, kesejahteraannya tidak akan membaik. Hidup kita akan serba “ngepas” sampai kapanpun. Lain halnya kalau disiasati dengan mencari penghasilan tambahan atau pekerjaan baru,” kata Gunawan Benjamin di Medan, Selasa (23/11/2021).

Terlepas dari tuntutan buruh, kata Gunawan, ada baiknya melihat bagaimana kondisi perekonomian Sumut belakangan ini. Sepanjang tahun 2021, pertumbuhan ekonomi Sumut secara triwulanan itu besarannya -1.85%  di triwulan 1,  kemudian membaik di triwulan 2 sebesar 4.95%, dan lantas sediikit menurun di triwulan 3 yang tercatat sebesar 3.67%. Dan penutupan akhir tahun nanti besarannya juga diperkirakan tidak akan jauh berbeda dan berada dalam rentang 3-4%.

Tentunya pertumbuhan seperti itu belum cukup. Setelah sempat terkoreksi cukup dalam di tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Sumut selama tahun 2021 belum bisa membalikkan kondisi ekonomi masyarakat Sumut sebelum masa pandemi Covid-19. 

“Jadi kalau buruh meminta kenaikan upah paling sedikit 5%, itu masih masuk akal, kalau melihat pertumbuhan ekonomi dan laju tekanan inflasi. Karena, kalau dijumlahkan itu angkanya bisa sampai 5%,” sebutnya.

Hanya saja menurut Gunawan, tidak semua industri bisa menerima permintaan kenaikan upah sebesar 5%. Sebab harus bisa dilihat, bahwa pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 itu tidak terlepas dari booming harga komoditas yang ada di Sumut khususnya kelapa sawit. Sementara banyak industri lainnya yang baru mulai hidup kembali, banyak industri lainnya yang mati suri sampai sejauh ini dan tidak sedikit usaha yang sudah gulung tikar dan tidak hidup lagi.

Jadi ada industri yang  mampu tumbuh baik, ada yang pas-pasan dan ada yang masih menanggung beban masalah karena pandemi. Untuk itu memang kebijakan UMP ini harus bisa dibarengi dengan kebijakan lain yang diharapkan bisa menjadi solusi untuk semua pihak.

Bagi industri atau jenis usaha yang masih mampu bertahan atau bahkan mampu mendulang keuntungan, sebaiknya lakukan kenaikan upah lebih tinggi dari besaran UMP yang telah ditetapkan pemerintah. Dan ini banyak dilakukan pengusaha yang tetap menaikkan upah yang presentasinya di atas kenaikan UMP.

Karena multiplier efeknya besar dari kenaikan upah tersebut. Pertumbuhan ekonomi Sumut akan terdorong lebih baik, karena PDRB Sumut masih didominasi oleh belanja rumah tangga. 

“Jadi kalau ada pengusaha yang melebihkan upah, itu berarti pengusaha tersebut bukan hanya memperbaiki daya beli pekerjanya, tetapi juga turut berkontribusi pada pemulihan ekonomi masyarakat Sumut pada umumnya,” terangnya.

Sementara untuk buruh yang kenaikan upahnya tetap mengacu kepada UMP, maka Gunawan menyarankan agar  pemerintah daerah mau pun pusat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat lewat bantuan sosial, khususnya bagi kaum buruh, atau masyarakat kurang  mampu pada umumnya.

“Jadi bansos ini masih jadi salah satu cara untuk menutup kebuntuan akibat dari industri yang tidak berkinerja baik karena terpapar pandemi. Sehingga kenaikan upah hanya sebesar besaran inflasi. Dan bukan hanya kaum buruh, daya beli masyarakat miskin juga harus tetap dijaga dengan bansos itu sendiri,” tutupnya. *(ika)