Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Varian Covid-19 Omicron Ancam Kesejahteraan Petani Sawit

Petani mengumpulkan buah sawit sebelum dibawa ke pabrik untuk diolah menjadi CPO. Kehadiran varian baru Covid-19 dikhawatirkan memberi dampak penurunan harga CPO dunia.suaratani.com-dok

SuaraTani.com – Medan| Kesejahteraan petani sawit di Sumatera Utara (Sumut) mulai membaik seiring harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa  sawit yang belakangan mengalami kenaikan. 

Hal ini tergambar dari Nilai tukar petaninya jauh di atas basis perhitungan dasar (100), bahkan melebihi rata-rata NTP SUMUT di level 123,21. NTP untuk petani rakyat sendiri saat dirilis BPS bulan kemarin berada di level 153,83 (naik sekitar 3.7% dari posisi sebelumnya).

“Kinerja NTP yang sangat baik tersebut mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat Sumut membaik, dan tingkat kesejahteraan petani perkebunan berada di atas semua petani lainnya,” sebut pemerhati ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin di Medan, Jumat (3/12/2021). 

Sayangnya, kabar baik tersebut menurut Gunawan ternyata tidak bertahan lama. Harga CPO sejak minggu terakhir di bulan November sampai saat ini terus mengalami penurunan. CPO yang sempat mencapai RM5.000 per tonnya, saat ini harga CPO berada dikisaran angka RM4.680-an per tonnya.

Trennya anjlok terus, seiring dengan penurunan harga minyak dunia yang belakangan juga mengalami penurunan yang sangat tajam. Penurunan harga komoditas energy dunia tersebut  lebih dikarenakan ekspektasi pemulilhan yang tersendat sejak kehadiran varian covid 19 baru omicron.

“Dan penurunan harga komoditas tersebut  menyeret harga komoditas lainnya termasuk CPO. Ini kabar yang kurang baik bagi petani kita. Sedari awal petani memang seyogyanya bijak dalam mengalokasikan anggaran dari kenaikan harga CPO tersebut, khususnya buat perawatan tanaman sawit,” katanya.

Dikatakan Gunawan, hal yang berbeda justru ditunjukan oleh pesaing CPO, yakni kacang kedelai. Harga kedelai justru mengalami tren naik. Dalam kurun waktu yang bersamaan, harga kedelai  global justru saat ini dijual dikisaran angka US$1.475 per metric ton. Padahal di akhir November kemarin, harga CPO dan kedelai itu tidak jauh berbeda. Selisihnya sekitar US$80-an.

Tetapi sekarang selisih harga keduanya mencapai US$150-an lebih. Sangat berbeda dari pergerakan sebelumnya, dimana saat harga kedelai dunia mengalami kenaikan, maka harga CPO juga naik. Namun yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Tren kenaikan harga komoditas pangan di sejumlah negara besar, yang dicerminkan dengan kinerja inflasi, ternyata tidak memberikan andil besar bagi kenaikan harga CPO.

“Ini menunjukkan kalau CPO di pasar global lebih banyak diperuntukan sebagai bahan bio diesel ketimbang diolah menjadi bahan makanan. Itulah kenapa harga CPO belakangan ini justru lebih cenderung mengikuti pergerakan harga minyak mentah dunia ketimbang harga komoditas subtitusinya. Ini yang memicu terjadinya penurunan harga CPO,” terangnya.

Dan Petani menjadi pihak yang juga akan dirugikan akibat penurunan tersebut. Tetapi dengan mengacu kepada harga CPO yang saat ini masih bertengger di kisaran RM4.600-an, NTP Petani perkebunan tetap diatas. Dan dengan NTP sebesar itu, petani kelapa sawit masih yang paling sejahtera. Namun petani sawit seharusnya tahu ancaman omicron yang mulai memicu kekuatiran global. *(ika)