
SuaraTani.com – Medan| Terdakwa kasus dugaan suntik vaksin kosong dengan terdakwa dr Gita Aisyarihta, menyampaikan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (28/6/2022).
Terdakwa melalui tim penasihat hukumnya, Redyanto Sidi, meminta majelis hakim untuk membebaskan terdakwa dari segala bentuk dakwaan JPU dan menghentikan pokok perkaranya yang dinilai tidak cermat, tidak teliti, janggal dan kabur dan tidak rasional secara hukum.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan, Redyanto menyebut bahwa terdakwa merupakan korban kriminalisasi atas viralnya video seolah menyuntikkan kosong, bukan pembuktian hukum vaksin yang sebenar-benar kosong.
"Bahwa JPU dalam dakwaannya tidak menyebutkan apalagi menguraikan apa yang yang menyebabkan spuit/jarum suntik kosongkosong/tidak ada cairan vaksin dan siapa yang membuat kosong. Apakah video tersebut dapat menjawab secara hukum sesuai standar profesi apalagi secara medis," kata Redyanto.
Penasihat hukum pun menguraikan tidak jelasnya siapa korban, kerugian dan apa dampak hukum atas dugaan vaksin kosong.
"Bagaimana mungkin klien mereka didakwa menghalang-halangi penanggulangan wabah Covid-19, hanya berdasarkan rekaman video orang tua murid?" kata Redyanto.
Selain itu, Redyanto menyebut Pengadilan Negeri Medan tidak berwenang untuk menilai kesalahan terdakwa tanpa adanya secara standar profesi. Penilaian dari organisasi profesi, khususnya dari Majelis Etik Profesi Etik dan Kedokteran. Terdakwa belum pernah disidangkan dan dinyatakan bersalah oleh ketua Majelis kehormatan disiplin kedokteran IndonesiaIndonesia atas dugaan menyuntikkan vaksin kosong.
"Karena yang menilai ada tidaknya suatu kesalahan atau kelalaian adalah organisasi profesi itu sendiri yang mengetahui standarnya. Lebih baik melepaskan seribu orang bersalah daripada menghukum seorang yang tidak bersalah," pungkasnya.
Usai mendengarkan nota keberatan terdakwa, majelis hakim pun menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda tanggapan penuntut umum.
Di luar sidang, Redyanto mengatakan, video yang dibawa ke laboratorium kriminal alias dilabkrimkan penuntut umum menjadi salah satu barang bukti (BB) sehingga dokter Tengku Gita dijadikan terdakwa menghalang-halangi penanggulangan wabah.
"Hal itu bisa jadi preseden buruk ke depan. Orang akan mengunggah video kemudian dilabkrimkan. Lalu Saya akan tuduhkan orang, di situ ada hantu. Inikah yang kita inginkan dalam pembuktian?. Ini adalah rasionalisasi hukum bukan rasional logika Bukan rasionalisasi menggunakan teknologi. Persoalan ini sengketa medis dibuktikan dengan metode ilmiah dan kedokteran. Bukan dengan video," ungkapnya.
Sebelumnya, dr Gita didakwa menghalangi penanggulangan wabah Covid-19. Kasus ini bermula dari terdakwa yang menjadi vaksinator di SD Swasta Wahidin Sudirohusodo Jalan KL. Yos Sudarso KM 16,5 Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan.
Di mana, telah dilaksanakan kegiatan Vaksinasi Covid-19 anak umur 6-11 tahun, yang diselenggarkan Polsek Medan Labuhan dengan petugas pelaksana dari RSU Delima.
"Bahwa saksi Kristina (orang tua anak) di mana dalam rekaman video tersebut pada saat spuit/jarum suntik diinjeksikan ke lengan Olivia Ongsu, jarum suntik tersebut kosong atau tidak ada cairan vaksin atau paling tidak kurang dari dosis yang ditetapkan. Hal itu, terlihat pada cuplikan video sebagaimana hasil BAP Laboratorium Kriminalistik Barang Bukti berupa jika pada saat itu terdakwa sedang memegang alat suntik sesaat sebelum disuntikkan ke lengan kiri saksi anak," jelas JPU.
Bahwa pemberian vaksi anak merupakan salah satu program kerja pemerintah dalam penanggulangan wabah penyakit menular yaitu Covid-19 yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01/07/MENKES/6424/2021 tanggal 21 September 2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemic Covid-19 yang selanjutnya diatur khusus terkait pemberian vaksin anak sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/menkes/6688/2021 tanggal 31 Desember 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) bagi anak usia 6-11 Tahun," sebut jaksa.
"Perbuatan Terdakwa dr Tengku Gita Aisyaritha selaku vaksinitator yang memberikan vaksin kepada anak-anak tidak sesuai dengan dosisnya tersebut merupakan perbuatan yang tidak mendukung upaya penanggulangan wabah penyakit menular yang sedang berlangsung saat ini yaitu wabah virus covid-19," ungkap jaksa.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984, tentang Wabah Penyakit Menular. *(rag)