Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kejati Sumut Kembali Hentikan Dua Perkara dengan Keadilan Restorasi

Kepala Kejati Sumut Idianto saat memimpin rapat terkait penghentian dua perkara dengan pendekatan keadilan restorasi, Jumat (1/7/2022).suaratani.com-rag

SuaraTani.com – Medan| Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menghentikan dua perkara tindak pidana umum dengan menerapkan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).

Sebelumnya, Kajati Sumut Idianto, SH,MH didampingi Wakajati Edyward Kaban, SH,MH, Aspidum Arip Zahrulyani, SH,MH, Koordinator Bidang Pidum Gunawan Wisnu Murdiyanto, Kasi Terorisme dan Lintas Negara Yusnar terlebih dahulu dilakukan ekspose (gelar perkara) secara online kepada Jampidum Kejagung RI, Fadil Zumhana, dan disetujui untuk dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif.

Ekspose yang digelar secara daring juga diikuti Kajari Medan, Teuku Rahmatsyah, dan Kajari Langkat, Mei Abeto Harahap.

Kajati Sumut Idianto melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Yos A Tarigan, menyampaikan, dua perkara dengan tiga tersangka yang dihentikan penuntutannya adalah dari Kejari Medan dan Kejari Langkat. 

"Perkara pertama dari Kejari Medan, dengan tersangka Hardip (48 tahun) dipersangkakan dengan Pasal 310 Ayat (1) subs. Pasal 315 KUHPidana," kata Yos. 

Perkara kedua dari Kejari Langkat dengan tersangka Muhammad Husin dan Painem alias Inem  yang melakukan pencurian berondolan sawit di PT. LNK Bukit Lawang dan dipersangkakan dengan Pasal 111 subs 107 huruf d UU RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Alasan dilakukannya penghentian penuntutan terhadap dua perkara dengan tiga tersangka ini, karena antara pelaku dan korban sudah berdamai, saling memaafkan. 

"Korban telah memaafkan tersangka dan dilakukan perdamaian tanpa syarat disaksikan penyidik, tokoh masyarakat dan keluarga. Sementara untuk perkara perkebunan, tersangka dan perwakilan perkebunan PT LNK sudah saling memaafkan dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya," ujarnya. 

Penghentian penuntutan dengan penerapan restorative justice ini, kata Yos A Tarigan, juga berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 2020, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian di bawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga.

"Pelaksanaan RJ ini juga bertujuan untuk  mengembalikan keadaan kepada keadaan semula dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi," ungkapnya. *(rag)