SuaraTani.com - Medan| Pelaku Usaha Distribusi (PUD) CV Bedagai Agro Sejati (BAS) dan CV Hanim Setia Cemerlang (HSC) melakukan penandatangan Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) dengan Penerima Pupuk pada Titik Serah (PPTS) pupuk subsidi tahun penyaluran 2026.
SPJB yang dilakukan juga dibarengi dengan Sosialisiasi Skema Baru Penyaluran Pupuk Bersubsidi sesuai Perpres No 6/2025 dan Permentan No 15/2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.
Penandatangan SPJB dilakukan oleh Direktur PUD BAS, Rismauli Nadeak dan Direktur CV HSC, Ibnu H Sumantri dengan masing-masing-masing PPTS yang menjadi mitra kedua PUD, Senin (29/12/2025) di Kantor BAS, Medan.
Usai penandatangan SPJB, Rismauli Nadeak mengatakan, SPJB ini bertujuan untuk mengatur dan mengawasi penyaluran pupuk agar tepat sasaran, transparan, dan akuntabel.
"Dan, yang paling penting lagi dari SPJB ini adalah memastikan ketersediaan pupuk untuk petani kecil demi ketahanan pangan nasional. Serta menjadi payung hukum bagi distributor, dan pengecer untuk menjalankan tugasnya sesuai regulasi pemerintah," kata Rismauli kepada wartawan, Senin (29/12/2025) di Medan.
Dalam SPJB kali ini lanjut Rismauli, ada hal yang berbeda. Di mana, PUD menyampaikan bahwa setiap pupuk yang keluar dari kios-kios dibuatkan notanya.
"Hal ini kita buat supaya jangan terjadi di lapangan katanya, katanya, padahal kadang-kadang itu bukan petani yang selalu mengatakan bahwa PPTS menjual pupuk bersubsidi di atas HET. Jadi, kalau misalnya PPTS ada menjual pupuk di atas harga HET, itu jelas ada penyebabnya. Misalnya, pupuk tersebut diantarkan sampai ke tempat petani atau pupuk dibayar secara kredit. Nota itu adalah bukti," jelas Rismauli.
"Jadi, kalau ada petani yang komplain dikemudian hari dan menyebut harga pupuk di atas tidak sesuai HET, yang bisa melaporkan itu adalah petani yang terdaftar di e-RDKK dan yang memiliki nota pembelian tadi. Di luar dari itu, adalah fitnah," sambungnya lagi.
Sebagaimana diketahui, kata Rismauli, HET pupuk bersubsidi terbaru yang berlaku sejak Oktober 2025, setelah pemerintah menurunkan HET Pupuk bersubsidi yakni, untuk Urea Rp1.800 per kg (atau Rp90.000 per sak 50 kg).
NPK (Phonska) Rp1.840 per kg (atau Rp92.000 per sak 50 kg), NPK Kakao Rp2.640 per kg (atau Rp132.000 per sak 50 kg), ZA Rp1.360 per kg (atau Rp68.000 per sak 50 kg) dan Organik Rp640 per kg (atau Rp25.600 per sak 40 kg).
Di tempat yang sama, Direktur CV HSC, Ibnu H Sumantri menambahkan, SPJB dan sosialisasi ini penting dilakukan antara PUD dan PPTS.
Karena ini menjadi dasar hukum yang mengikat antara produsen (seperti Pupuk Indonesia) dengan distributor untuk penyaluran pupuk subsidi, sehingga setiap tahapan penyaluran bisa dipertanggungjawabkan.
"Selain itu, juga untuk menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi di tingkat pengecer sesuai alokasi, sehingga petani dapat mengaksesnya saat dibutuhkan. Apalagi ini menjelang akhir tahun, sehingga perlu dipastikan pupuk tersedia saat tahun baru nanti, yakni 1 Januari 2025 tepatnya pukul 00 Wib," kata Ibnu.
Menurut Ibnu, adanya SPJB ini, rantai distribusi pupuk subsidi menjadi lebih terstruktur, diawasi, dan bertujuan akhir untuk mendukung program ketahanan pangan nasional.
"Karena itulah, sosialisasi skema baru penyaluran pupuk bersubsidi ini juga penting dilakukan antara PUD dengan PPTS sehingga jelas dalam pelaksanaan tugas masing-masing," kata Ibnu. * (junita sianturi)


