Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

156 Ton Kubis Membusuk, Eksportir Bingung Cari Modal untuk Kirim Ulang

Pekerja memeriksa kondisi kubis yang mulai membusuk. Ribuan butir kubis yang seharusnya dikirim ke Taiwan akhirnya batal diberangkatkan setelah kapal feeder MV Mathu Bhum yang akan membawa ke Port Klang Malaysia pada awal Mei lalu itu ditahan TNI AL selama 96 hari.suaratani.com-ika

SuaraTani.com – Medan| Eric Lim dan Syahril Rudi Siregar hanya bisa menghela nafas saat melihat ribuan butir kubis yang tersimpan di 6 kontainer harus terbuang karena kondisinya yang sudah rusak parah sehingga tidak layak lagi dikonsumsi. 

Puluhan juta keuntungan yang harusnya dinikmati dari pengiriman 156 ton kubis ke Taiwan itu harus lenyap, setelah kapal feeder MV Mathu Bhum yang seyogyanya membawa kubis ke Pelabuhan Port Klang Malaysia pada awal Mei lalu harus membatalkan perjalanan setelah kapal berbendera Singapura itu ditahan TNI Angkatan Laut dengan tuduhan mengangkut bahan baku minyak goreng yaitu RBD Palm Olein yang akan diekspor ke Malaysia.

“Dan sekarang, yang kami sedihkan bukan lagi keuntungan yang lenyap, tapi bagaimana caranya kami punya modal lagi untuk bisa membeli kubis dari petani dan kemudian mengirimkan lagi kubis yang baru sebagai pengganti yang rusak ini. Karena kami kan sudah terima uang muka,” ujar Eric, pemilik CV Berkah Maju Bersama saat ditemui di kawasan pergudangan Kayu Putih, Rabu (10/8/2022).

Eric menyebutkan, untuk bisa mengirim 26 ton kubis yang dimuat dalam 1 kontainer, sedikitnya ia membutuhkan modal Rp200 juta, tergantung harga kubis. Jika diwajibkan mengirim 6 kontainer, maka setidaknya ia butuh dana Rp1,2 miliar. Nilai ini tentunya sangat besar untuk ukuran usaha UMKM. 

“Karena itu kami butuh bantuan pemerintah untuk bisa mempermudah kami mendapatkan pinjaman tanpa dibebani bunga,” sebut Eric didampingi Syahril, pemilik CV Alaska Permai. 

Dengan kondisi ini sambung Syahril, pihaknya hanya bisa meminta pembeli untuk bersabar, mengingat mereka butuh waktu untuk bisa mendapatkan modal lagi.

“Yah mereka kecewa, tetapi kami tetap berusaha menyakinkan mereka kalau akan tetap mengirimkan pesanan sesuai kesepakatan, walau belum tahu kapan,” kata Syahril. 

Baik Syahril mau pun Eric berharap, apa yang mereka alami saat ini tidak lagi terjadi di kemudian hari. Karena bukan hanya mengalami kerugian materi, keterlambatan pengiriman juga akan membuat para pelaku usaha kehilangan kepercayaan dari pembeli. 

“Sehingga tidak tertutup kemungkinan, pembeli kita akan beralih ke eksportir dari negara lain,” tambah Syahril. 

Saat ini kubis yang sudah mulai membusuk rencananya akan dibawa ke Berastagi untuk kemudian diolah menjadi pupuk organik. *(ika)