Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

TPL Komitmen Dukung Peningkatan Ekonomi Masyarakat dan Jaga Keberlansungan Lingkungan

Direktur TPL Anwar Lawden (kiri) berfoto bersama dengan para pembicara usai Workshop untuk Jurnalis dengan tema "Peran Hutan Tanaman Industri (HTI) bagi Pertumbuhan dan Pengembangan Ekonomi", Kamis (19/1/2023) di Medan. suaratani.com - junta sianturi

SuaraTani.com - Medan| PT Toba Pulp Lestari Tbk yang beroperasi di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) tetap berkomitmen untuk menjalankan operasional perusahaan dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku. 

"Tidak hanya itu, TPL juga mendukung peningkatan ekonomi masyarakat melalui berbagai kerja sama, termasuk di antaranya perhutanan sosial masyarakat," kata Direktur TPL, Anwar Lawden saat membuka Workshop untuk Jurnalis dengan tema "Peran Hutan Tanaman Industri (HTI) bagi Pertumbuhan dan Pengembangan Ekonomi", Kamis (19/1/2023) di Medan. 

Anwar Lawden mengatakan, TPL merupakan pabrik manufaktur pulp yang berada di Desa Pangombusan, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba dan saat ini memiliki konsesi di 12 kabupaten/kota di Sumut. 

"Mengusung visi 'Good for Community, Country, Climate, Customer and Company', TPL berkomitmen untuk memaksimalkan pengembalian kepada pemangku kepentingan dan berkontribusi kepada pembangunan sosial dan ekonomi di daerah," ujarnya. 

Menurut Anwar Lawden, hutan tanaman industri merupakan hutan tanaman yang dikelola dan diusahakan berdasarkan prinsip pemanfaatan yang optimal dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan sumber daya alamiah serta menerapkan prinsip ekonomi dalam pengusahaannya untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. 

Agar pembangunan HTI memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan wilayah, kata Anwar Lawden, dalam pelaksanaannya perlu mengikutsertakan masyarakat sekitar hutan. 

"Apabila di dalam rencana pembangunan HTI terdapat hak-hak masyarakat, maka hak-hak tersebut diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.

Mengenai kebijakan dan komitmen TPL, Anwar Lawden mengungkapkan, meliputi perlindungan dan konservasi hutan dengan mendukung konservasi inisiatif, konservasi keanekaragaman dan karbon. 

Terhadap  workshop yang diadakan, Anwar Lawden juga menyambut baik dan mendukung diadakannya workshop mengenai HTI yang diadakan untuk para jurnalis tersebut. 

Dengan begitu, para jurnalis dapat menyebarkan informasi-informasi mengenai kegiatan yang telah dilakukan TPL.

"Saya berharap kegiatan ini dapat memberi pengetahuan dan wawasan mengenai dukungan perusahaan, dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi masyarakat, dan negara lewat tulisan-tulisan teman-teman pers," ujarnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Simon Sidabukke, yang hadir menjadi narasumber mengatakan, pengusahaan hutan menjadi hal yang penting dilakukan guna menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri agar memiliki nilai tambah dan devisa.

“Juga meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas lingkungan hidup, memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha. Namun, harus tetap berpedoman pada regulasi yang ada,” pungkasnya.

Pembicara lainnya, Sustainability IC Team Leader TPL, Felix Guslin Putra, saat berbincang dengan jurnalis usai kegiatan mengatakan, TPL berkomitmen untuk tetap merawat koridor satwa dilindungi yang ada di dalam kawasan konsesi mereka. 

Komitmen ini menjadi salah satu bagian dari upaya perusahaan penghasil bubur kertas tersebut untuk menjaga keberlangsungan lingkungan di areal operasi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang mereka miliki.

“Kita ada program konservasi dan rehabilitasi yang dijalankan oleh departemen environment. Mereka sudah membuat plot-plot pada setiap sektor yang menjadi lokasi jelajah satwa seperti harimau maupun satwa dilindungi lainnya. Juga dipasang kamera trap untuk mengetahui satwa apa yang melintas disana, setiap 3 bulan mereka inventarisasi,” ujarnya. 

Felix menambahkan, pada seluruh areal konsesi mereka selalu melakukan berbagai penilaian dalam menentukan program dan kebijakan berkaitan dengan keberlangsungan lingkungan. 

Penilaian tersebut dilakukan dalam dua kategori yakni kategori Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan Stok Karbon Tinggi (SKT). 

“NKT itu kita lihat gimana ekosistem di sana, apakah ada ekosistem langka, termasuk masalah sosial seperti makam apakah ada disana. Kalau SKT itu kita mengukur cadangan karbon disana. Ada metode penilaiannya itu,” ujarnya.

Pada workshop ini beberapa pembicara dihadirkan diantaranya Victor Pardosi dari Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hidup (PSKP), Simon Sidabukke selaku Ketua APHI dan Wakil Dekan II Fakultas Kehutanan USU, Pindi Patana. * (junita sianturi)