SuaraTani.com – Medan| Pasar keyangan yang sempat tertekan jelang rilis data inflasi Amerika Serikat (AS), mulai berbalik arah setelah China melaporkan penjualan ritel yang naik 4.6% selama bulan Agustus. Jauh diatas ekspektasi pasar yang memperkirakan penjualan ritel hanya naik 3%.
Indeks bursa di Asia menguat pada akhir pekan ini, dan turut mendorong penguatan bursa saham di tanah air.
Pada akhir pekan, indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat ditransaksikan di atas level 7.000, namun sayangnya IHSG tidak mampu bertahan lama di level tersebut, dan ditutup menguat 0.34% di level 6.982,79.
“Sementara itu, mata uang rupiah ditutup melemah di level 15.350 per dolar AS. Kinerja mata uang rupiah masih berada dibawah tekanan dolar AS selama perdagangan sepekan terakhir,” sebut Analis Keuangan Sumatera Utara (Sumut), Gunawan Benjamin di Medan, Jumar (15/9/2023).
Di akhir pekan kata Gunawan, pelaku pasar merespon positif sejumah data dari China maupun AS. Pasar keuangan sempat mengalami tekanan setelah rilis data inflasi di AS.
Pemicunya adalah spekulasi bahwa Bank Sentral AS masih akan tetap menaikkan bunga acuan di masa yang akan datang. Meskipun di bulan September ini, The FED diperkirakan akan tetap mempertahankan besaran suku bunga acuannya
“Secara keseluruhan ancaman kenaikan suku bunga acuan kedepan oleh Bank Sentral AS masih sangat terbuka. Dan masih akan menjadi ancaman bagi mata uang di dunia tanpa terkecuali Rupiah termasuk juga dengan harga emas,” sebutnya.
Gunawan menambahkan, harga emas di akhir pekan ini juga mengalami penguatan di level US$1.917 per ons tro, yang jika dirupiahkan harga emas ditransaksikan dikisaran 949 ribu per gramnya.
“Emas masih akan dibayangi tekanan sampai nanti pada akhirnya The FED memang benar-benar tidak akan menaikkan bunga acuannya lagi. Dan sejauh ini inflasi di AS masih menghantui gerak harga emas,” tutupnya. *(ika)