Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Disparitas Produksi dan Konsumsi Beras Nasional Jadi Penyebab Harga Naik

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mendampingi Presiden Jokowi  mengunjungi Gudang Perum Bulog Paceda, Bitung, Sulawesi Utara pada Jumat (23/2/2024).suaratani.com-ist

SuaraTani.com - Sulawesi Utara| Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengutarakan, harga beras yang bergejolak belakangan ini lantaran produksi tengah mengalami depresiasi.

Disparitas antara produksi dan konsumsi beras nasional terus mengalami defisit dalam 8 bulan terakhir.

"Dalam 8 bulan terakhir, jumlah produksi versus konsumsi beras kita mengalami defisit. Meskipun total tahun 2023 kita masih surplus 340 ribu ton, tapi kemudian di Januari dan Februari 2024 ini, produksi versus konsumsi kita minus 2,8 juta ton," ungkap Arief usai mendampingi Presiden Jokowi  mengunjungi Gudang Perum Bulog Paceda, Bitung, Sulawesi Utara, Jumat (23/2/2024).

Terkait indeks harga beras dunia, FAO (The Food and Agriculture Organization) dalam laporan terbarunya menyebutkan pada Januari tahun ini mencapai 142,8 poin.

Indeks ini mengalami kenaikan 13% dibandingkan nilai tahun sebelumnya dan merupakan angka tertinggi selama 4 tahun terakhir.

Untuk diketahui, indeks harga beras dunia tertinggi selama 2023 tercatat di Oktober 2023 dengan poin 142,4 poin.

"Hari ini dapat kita pahami beras itu sifatnya volatile (bergejolak), sehingga perintah Bapak Presiden terkait importasi beras sejak tahun lalu, itu sudah tepat dan benar. Bayangkan dalam kondisi hari ini, tapi negara tidak punya stok CPP (Cadangan Pangan Pemerintah), sementara pemerintah harus melakukan intervensi dalam mengatasi fluktuasi beras di masyarakat," terangnya.

Dengan ini, lanjut Arief, polemik importasi sebenarnya terbantahkan hari ini, karena pemerintah  melakukan importasi untuk penguatan CPP.

"Dan itu stok yang kita pakai hari ini untuk melakukan stabilisasi. Intervensi berupa membanjiri beras Bulog ke pasar-pasar wajib dilakukan,” tandasnya.

Menyadur data Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS) amatan Desember 2023, prognosis luas panen untuk padi di Januari 2024 seluas 315 ribu hektar dan Februari 2024 naik ke 478 ribu hektar.

Pada Maret 2024 luas panen padi semakin bertambah menjadi 1,15 juta hektar. Dari itu, besaran produksi beras diproyeksi selama 3 bulan pertama 2024 ini dapat berada di angka 5,81 juta ton.

Sementara kebutuhan konsumsi beras se-Indonesia selama 3 bulan adalah 7,62 juta ton beras.

Dalam 3 bulan awal tahun ini, ada selisih antara produksi dan kebutuhan beras sejumlah 1,81 juta ton.

"Kita punya early warning system. Pada saat BPS telah menyusun KSA, terutama tanaman pangan, kita dapat mengetahui kondisi produksi tanaman pangan ke depan jauh-jauh hari. Dengan itu, berbagai langkah penguatan stok CPP telah kita pastikan bersama BUMN bidang pangan," tambahnya.


Pada kesempatan itu, Arief kembali menjamin ketersediaan beras yang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Karena itu masyarakat tidak perlu panic buying.

"Kemudian di Maret memang diproyeksikan akan panen 3,5 juta ton. Ini juga akan membantu penurunan harga beras, dengan tentunya nilai tukar petani tidak boleh turun signifikan," pungkasnya. *(putri)