Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

OJK Diwanti-wanti Mitigasi Ketat Kenaikan Gagal Bayar Kredit

Anggota Komisi XI DPR RI Muhidin Mohamad Said pada kunjungan kerja spesifik dipimpin Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara ke Bogor, Kamis (14/3/2023). suaratani - ist

SuaraTani.com - Jakarta| Kebutuhan pembiayaan masyarakat berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengalami tren peningkatan selama Ramadan dan menjelang Lebaran. 

Kredit kendaraan bermotor tercatat sebagai pembiayaan paling tinggi di samping platform 'Buy Now Pay Later'.

Menyikapi kondisi tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Muhidin Mohamad Said mewanti-wanti asosiasi perusahaan pembiayaan bersama OJK. Memitigasi secara ketat untuk menghindari kenaikan kasus gagal bayar.

"Mungkin karena mudahnya didapatkan kredit ini sehingga konsumen juga kadangkala tidak melihat kemampuannya. Sehingga dia memaksakan diri untuk mengambil. Jadi pada saat pengembalian terjadi masalah, pihak pembiayaan tentu tidak mau rugi. Nah inilah yang jadi problem," ujar Muhidin dalam keterangannya, Senin (18/3/2024) di Jakarta.

Sebelumnya, Komisi XI DPR melakukan kunjungan kerja spesifik dipimpin Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara ke Bogor, Kamis (14/3/2023). 

Karena itu, Politisi Fraksi Partai Golkar tersebut mengimbau OJK harus mencari jalan tengah suatu penataan pola pembiayaan yang sehat. 

Salah satunya, usul Muhidin, dengan cara persyaratan kredit yang harus semakin diperketat. 

"Ini harus dicari suatu pola yang bagus, mungkin ada batasan, harus dilihat apakah layak diberikan pinjaman atau tidak. Kalau tidak ya saya kira dibatasi," ujarnya. 

Ia mencontohkan di luar negeri, bahwa permintaan dan penawaran itu seimbang. Jangan sampai meminjam itu gampang, mengembalikannya itu susah.

Tak hanya itu, Muhidin mendorong OJK untuk semakin meningkatkan edukasi dan lebih selektif terhadap calon debitur pada saat melakukan verifikasi data peminjam. 

Tujuannya, melihat kelayakan pinjaman agar tidak terjadi risiko gagal bayar serta menghindari potensi benturan di lapangan antara pihak kreditur dengan konsumen.

"Karena mungkin kurangnya edukasi pada saat mengambil itu merasa mudah, pada saat pengembaliannya merasa ada pemaksaan. Kemudian ada saling ancam mengancam. Nah ini kan membuat suatu keresahan di tengah masyarakat," jelasnya. 

"Ini yang harus kita jaga bersama, tidak terjadi merugikan pembiayaan dan masyarakat sehingga tidak terjadi benturan," sambung Muhidin. * (putri)