Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Produktivitas Menurun, Puteri Komarudin Dorong Peremajaan Lahan Kakao dan Kelapa

Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin dalam RDP Komis XI bersama Dirut BPDP Eddy Abdurrachman, di Ruang Rapat Kerja Komisi XI, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2025). foto: ist

SuaraTani.com - Jakarta| Sesuai Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2024, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) beralih menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). 

Lembaga ini nantinya akan menghimpun, mengelola, dan menyalurkan Dana Perkebunan, yang berasal dari kelapa sawit, kakao, dan kelapa. Dana tersebut di antaranya digunakan untuk peremajaan perkebunan.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin mendorong BPDP untuk melaksanakan program peremajaan lahan kakao dan kelapa guna meningkatkan produktivitas. 

“Saat ini, kita memang masuk dalam jajaran 4 besar produsen kakao terbesar di dunia, sekaligus menjadi penghasil kakao terbesar di kawasan Asia. Tapi, menurut BPS, produksi kakao kita tercatat terus menurun menjadi 632 ribu ton pada 2023, dibandingkan tahun 2019 mencapai 734 ribu ton,” ucap Puteri.

Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komis XI bersama Dirut BPDP Eddy Abdurrachman, di Ruang Rapat Kerja Komisi XI, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2025).

Puteri menyebut penurunan produksi kakao sejalan dengan pengurangan luas area perkebunan kakao menjadi 1,39 juta pada 2023. Padahal, pada tahun 2019, luas area kakao kita bisa menyentuh 1,56 juta.

“Hal ini disebabkan alih fungsi lahan ke komoditas lain yang lebih menguntungkan, seperti sawit dan tebu. Selain itu, kurangnya insentif bagi petani kakao juga turut mempercepat peralihan lahan kakao,” urai Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Puteri menilai peningkatan produktivitas kakao diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan mengurangi ketergantungan impor kakao. 

Pada tahun 2023, volume impor kakao Indonesia tercatat sekitar 340,45 ribu ton. Sementara, volume ekspor kakao tercatat 339,99 ribu ton. 

“Meski Indonesia menjadi salah satu produsen kakao terbesar di dunia, tapi kita juga masih tetap impor kakao. Ini karena ketersediaan kakao lokal tidak mencukupi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas,” papar Puteri. 

Puteri juga mengatakan, penurunan produksi buah kelapa menjadi 2,89 juta pada tahun 2023. Padahal, pada tahun 2008, produksi kelapa bisa mencapai 3,23 juta ton. 

Menurut Bappenas, produktivitas kelapa di Indonesia masih stagnan di angka 1,1 ton per hektar. Di mana 98,95 persen lahan merupakan kebun rakyat tradisional yang belum terorganisir dengan baik. 

"Luas lahan yang tidak menghasilkan karena tanaman yang sudah tua dan memerlukan replanting,” ujar Puteri. 

Karena itu, ia mendorong BPDP untuk menyiapkan peta jalan (roadmap) pengelolaan dana dan kebijakan hilirisasi komoditas kakao dan kelapa. 

Sehingga, peta jalan ini dapat menjadi acuan BPDP dalam menyusun target peremajaan lahan, hingga proyeksi penerimaan negara dari pungutan pada komoditas ini. * (putri)