Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bonnie Pertanyakan Kejelasan 113 Orang Penulis Ulang Sejarah Nasional

Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana. foto: ist

SuaraTani.com - Semarang| Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana mendorong adanya transparansi dalam penulisan ulang sejarah Indonesia, yang tengah dilaksanakan pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan. 

Ia menilai, hingga kini tidak pernah ada kejelasan di ruang publik mengenai siapa saja 113 orang yang disebut-sebut menjadi penulis dalam proyek besar tersebut.

“Sampai hari ini kita tidak pernah tahu siapa 113 orang itu, hanya editor umumnya saja yang kita ketahui. Bahkan juga ada santer kabar, ada asisten yang mengerjakan,” tegas Bonnie dalam siaran pers yang dikutip, Jumat (4/7/2025).

Sebelunya, Komisi X DPR RI melakukan kunjugan kerja di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Jawa Tengah, Kamis (3/7/2025).

Kunjungan kerja ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPR RI di bidang kebudayaan, khususnya terkait proyek penulisan sejarah nasional yang saat ini dikerjakan di bawah koordinasi Kementerian Kebudayaan. 

Di Universitas Diponegoro, Komisi X mendengarkan masukan dari berbagai unsur masyarakat, mulai dari akademisi, pegiat budaya, sejarawan, aktivis, pemerhati budaya, hingga guru.

Dikatakannya, bila benar yang ditugaskan adalah para sejarawan dengan reputasi baik, maka mereka sendirilah yang seharusnya menulis, bukan menyerahkannya kepada asisten.

“Kalau misalkan 113 sejarawan ini reputasinya bagus, maka mestinya dialah yang mengerjakan, sehingga tanggung jawab intelektualnya, akademisnya, bahkan bobotnya bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.

Bonnie mengungkapkan, sejak awal proyek penulisan ini dirancang pemerintah, dirinya bersama anggota Komisi X lainnya telah mendorong dilaksanakannya uji publik dan sosialisasi sedini mungkin, guna mencegah polemik. 

Namun kenyataannya, kontroversi tetap muncul akibat kurangnya keterbukaan.

“Sejak proyek ini bermula, saya adalah orang yang pertama mempertanyakan siapa yang menulis. Saya juga yang mengusulkan saat itu bersama teman-teman di Komisi X juga untuk melaksanakan uji publik dan sosialisasi sesegera mungkin untuk menghindari kontroversi. Dan memang pada akhirnya tetap terjadi,” ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Bonnie berharap penulisan ulang sejarah Indonesia ini benar-benar dilakukan secara akuntabel, dengan melibatkan para pihak yang memang kompeten dan diketahui publik. 

Terkait mekanisme uji publik, Bonnie mengingatkan agar uji publik tidak dijadikan formalitas semata, melainkan menjadi wadah nyata untuk menyerap masukan masyarakat secara luas.

“Dalam pelaksanaan uji publik pun secara serius, bukan seremoni saja, sehingga bisa menampung masukan banyak dari masyarakat yang pada akhirnya bisa menyempurnakan buku ini dan bisa memenuhi harapan masyarakat,” pungkasnya.

Diketahui, Komisi X menerima berbagai masukan kritis dan kekhawatiran dari publik. Salah satu hal yang mengemuka adalah dugaan bahwa proyek ini sarat target dan berpotensi diarahkan secara politis.

Anggota Komisi X juga meminta agar pengerjaan proyek ini tidak tergesa-gesa, dan diberi waktu yang cukup agar bisa menyerap berbagai perspektif dari seluruh elemen masyarakat. 

Bahkan, menurutnya, sebagian anggota Komisi X juga mendorong agar waktu pengerjaan diperpanjang demi hasil yang lebih mendalam dan dapat dipertanggungjawabkan. * (wulandari)