SuaraTani.com - Jakarta| Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Hukum, dan Kementerian HAM harus lebih selektif dalam memberikan izin masuk dan bekerja bagi Tenaga Kerja Asing (TKA). Khususnya di wilayah-wilayah industri dan pertambangan seperti Sulawesi Tenggara.
“Saya minta agar Imigrasi tidak sekadar formalitas dalam memberikan izin kepada TKA. Harus jelas keahliannya, dan tidak boleh menggeser kesempatan kerja masyarakat lokal. Kita tidak ingin masyarakat kita jadi penonton di tanah sendiri,” tegas Anggota Komisi XIII DPR RI Edison Sitorus dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/7/2025).
Ia menyatakan keprihatinannya terhadap banyaknya TKA, khususnya yang berasal dari Tiongkok, yang bekerja di sektor pertambangan nikel dan smelter di wilayah Konawe dan Morowali.
Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan RI, per Juni 2025 tercatat lebih dari 34.000 TKA bekerja di Indonesia, dengan Sulawesi Tenggara menjadi salah satu provinsi dengan jumlah TKA terbanyak di sektor industri berat.
Menurut Edison, kondisi ini menimbulkan kekhawatiran dan keresahan di tengah masyarakat, khususnya para pencari kerja lokal.
“Kalau masyarakat lokal hanya diberi pekerjaan sebagai tenaga kasar sementara TKA duduk di posisi teknis atau manajerial, ini tidak adil. Kita perlu keberpihakan kepada rakyat,” ujarnya.
Edison juga mendorong adanya sinergi antara Imigrasi dan instansi ketenagakerjaan dalam melakukan verifikasi dan pengawasan terhadap setiap permohonan izin tinggal terbatas bagi TKA.
“Kita tidak anti terhadap TKA, tapi regulasi harus ditegakkan. TKA yang diizinkan masuk harus membawa transfer pengetahuan dan keahlian yang benar-benar dibutuhkan,” ujarnya.
Kunjungan kerja reses Komisi XIII DPR RI ini diharapkan menjadi momentum evaluasi terhadap implementasi kebijakan keimigrasian di daerah-daerah yang menjadi pusat pertumbuhan industri berbasis sumber daya alam. * (jasmin)