Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Komisi VI Dorong Kemandirian Baja Nasional dengan Memperkuat Bahan Baku

Komisi VI dorong kemandirian baja nasional untuk menekan ketergantungan impor. foto: ist 

SuaraTani.com - Jakarta| Komisi VI DPR RI menegaskan komitmennya untuk membangkitkan kembali kemandirian industri baja nasional dengan memperkuat kapasitas bahan baku dalam negeri. 

Penegasan ini didorong oleh kondisi aktual yang menunjukkan tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor bijih besi, coking coal, hingga scrap baja yang masih belum mampu dipenuhi oleh industri pengolahan nasional.

Upaya ini diwujudkan melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Selasa (25/11/2025) di Gedung Nusantara I, Jakarta. 

Pertemuan ini secara khusus difokuskan potensi dan eksplorasi bahan baku baja di Indonesia dengan menghadirkan pakar dan praktisi dari Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Asosiasi Profesi Metalurgi Indonesia, serta Ikatan Alumni Teknik Geologi ITB.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Adisatrya Suryo Sulisto dalam forum ini menegaskan bahwa industri baja adalah fondasi utama pembangunan nasional karena menopang hampir seluruh sektor strategis seperti konstruksi, manufaktur, pertahanan, energi, hingga alat transportasi. 

Ia menekankan bahwa tanpa kemandirian industri baja, berbagai program hilirisasi dan pembangunan prioritas nasional akan terhambat. 

“Bahkan proyek-proyek prioritas nasional seperti hilirisasi industri, logam, dan pembangunan rantai pasok strategis lainnya sangat bergantung pada stabilitas dan ketersediaan industri baja nasional,” ujarnya saat membuka rapat.

Ironisnya, lanjut Adisatrya, ketergantungan pada impor masih sangat tinggi. Data menunjukkan Indonesia masih bergantung pada impor hingga 92 persen bijih besi, 81 persen coking coal, serta sebagian besar scrap baja. 

Kondisi ini menimbulkan risiko serius, mulai dari biaya logistik yang mahal, fluktuasi harga global, hingga melemahnya daya saing industri hilir seperti otomotif, alat berat, perkapalan, dan pertahanan. 

Karena itu Komisi VI menilai diperlukan langkah korektif berbasis riset dan teknologi. 

“Komisi VI DPR RI berharap memperoleh masukan yang komprehensif mengenai kondisi bahan baku baja nasional, terutama terkait tingginya ketergantungan impor dan tantangan kualitas mineral lokal yang belum memenuhi kebutuhan industri modern,” jelas politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.

Adisatrya menjelaskan, aspirasi dari pelaku usaha terus masuk ke DPR, baik dari Krakatau Steel maupun asosiasi industri, yang menyampaikan kekhawatiran atas membanjirnya produk baja impor. 

Menurutnya, perumusan kebijakan ke depan harus berpijak pada ketersediaan bahan baku dalam negeri agar industri baja tidak hanya bertahan tetapi juga mampu meningkatkan daya saing global. 

“Untuk itu kami ingin juga mendapat masukan dari segi kesiapan raw materials itu bagaimana ke depan ini? Karena tentu industri yang se-strategis baja ini harus kita kelola supaya memperkuat daya saing industri, bukan hanya baja tapi juga turunannya,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama Anggota Komisi VI DPR RI, Rizal Bawazier menegaskan bahwa persoalan impor baja telah mencapai titik jenuh sehingga pemerintah harus segera bergerak berdasarkan rekomendasi konkret. 

Menurutnya, solusi yang diusulkan dunia akademik dan profesi harus menjadi dasar perumusan arah kebijakan negara. 

“Sebenarnya solusinya apa? Yang kemudian bisa direkomendasikan dari DPR ke pemerintah itu apa? Harus eksplorasi lagi di daerah sini-sini-sini atau seperti apa? Nah ini yang diperlukan oleh kami supaya kita bisa menyelesaikan impor bahan baku ini,” katanya.

Sejumlah masukan strategis disampaikan dari para ahli dalam forum tersebut. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia menilai industri baja harus dijaga keberlanjutannya sebagai tulang punggung pembangunan nasional. 

Namun kemandirian masih lemah akibat rendahnya ketersediaan bahan baku lokal seperti bijih besi, coking coal, dan scrap baja, serta terbatasnya kemampuan menghasilkan produk baja bernilai tambah tinggi (HVA).

Untuk memperkuat industri baja, para ahli merekomendasikan peningkatan kapasitas produksi HVA melalui modernisasi teknologi pabrik, reorientasi proses yang lebih efisien, serta penguatan rantai pasok melalui aliansi global. 

Mereka juga mendorong pendayagunaan pasir besi, investasi teknologi baja khusus (special steel), serta memperkuat akses bahan baku dan energi kompetitif guna memperkuat daya saing nasional. 

Sedangkan Ikatan Ahli Geologi Indonesia menilai perlu pematangan aktivitas hilir dengan memastikan potensi bijih besi hulu indonesia dapat digunakan secara maksimal. * (jasmin)