Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Persolan Gas Alam Bayangi Industri Pupuk Nasional

 Persoalan gas alam yang terus membayangi industri pupuk nasional tidak boleh lagi dipandang sebagai isu teknis biasa. foto: ist

SuaraTani.com - Jakarta| Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo menegaskan, persoalan gas alam yang terus membayangi industri pupuk nasional tidak boleh lagi dipandang sebagai isu teknis biasa.  

Krisis pasokan gas sebagai ancaman langsung terhadap ketahanan pangan nasional, sehingga diperlukan transparansi penuh dari Pupuk Indonesia mengenai peta pasokan, kebutuhan, dan strategi jangka panjangnya.

Menurut Firman, gas alam adalah urat nadi produksi pupuk, dan tanpa kepastian suplai, resikonya dapat menyentuh seluruh lini produksi hingga petani di lapangan.

“Saya ingin penjelasan yang lebih jelas, lebih detail, dan lebih jujur tentang bagaimana Pupuk Indonesia menjamin ketersediaan gas sebagai bahan baku utama. Industri pupuk ini hidup atau mati bergantung pada gas. Kalau pasokan tidak stabil, produksi akan goyah, dan dampaknya langsung dirasakan petani,” tegas Firman dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (26/11/2025).

Politisi Fraksi Partai Golkar ini juga menyoroti aspek harga pupuk, yang menurutnya belum pernah dijelaskan secara tuntas apakah sudah kompetitif atau justru membebani industri.  

Ia menekankan agar harga gas mampu menopang daya saing industri pupuk nasional.

“Harga gas ini menentukan masa depan industri pupuk nasional. Karena itu saya ingin melihat mekanisme yang transparan. Jangan sampai harga gas kita justru membuat pupuk nasional kalah bersaing di rumah sendiri,” tegasnya.

Firman juga meminta direksi Pupuk Indonesia untuk menjelaskan secara rinci apakah perusahaan memiliki rencana membuka sumber-sumber gas baru, memperkuat kontrak jangka panjang, atau mengupayakan efisiensi teknologi di lini produksi.  

Menurutnya, industri pupuk tidak boleh terus bergantung pada pola pasokan lama yang rawan terganggu.

Ia menyinggung arah kebijakan energi nasional yang bergerak ke energi terbarukan. Pergeseran ini akan berdampak langsung pada industri pupuk jika tidak diantisipasi dengan baik.

“Transisi energi tidak bisa dihindari. Yang perlu dijelaskan adalah bagaimana industri pupuk beradaptasi. Jangan sampai industri kita terseret arus perubahan tanpa rencana mitigasi,” terangnya.

Dalam pembahasan tersebut, Firman kembali menekankan bahwa persoalan gas harus menjadi titik tolak percepatan transformasi industri pupuk menuju pupuk organik. 

Ia menyebut diversifikasi bahan baku adalah langkah yang bukan saja strategis, tetapi wajib dilakukan segera.

“Selama kita masih bergantung pada gas, krisis ini akan terus berulang. Karena itu transformasi ke pupuk organik bukan pilihan, tapi keharusan. Ini langkah untuk menyelamatkan industri pupuk dan ketahanan pangan kita dalam jangka panjang,” jelas legislator asal Pati, Jawa Tengah ini.

Firman menilai Indonesia memiliki keunggulan natural untuk mengembangkan pupuk organik berskala besar, mulai dari limbah pertanian, kotoran hewan, hingga potensi mikroorganisme hayati.

Meski demikian, menekankan perlunya teknologi modern agar kualitas pupuk organik bisa memenuhi standar industri.

“Bahan bakunya melimpah. Yang dibutuhkan sekarang adalah teknologi yang membuat pupuk organik kita konsisten, berkualitas, dan bisa bersaing. Tanpa inovasi, transformasi tidak akan jalan,” tambahnya.

Ia juga menekankan pentingnya pendekatan ke petani melalui program edukasi dan pelatihan yang lebih masif.

Menurutnya, keberhasilan transformasi tidak hanya ditentukan oleh produksi pupuk, tetapi juga oleh kesiapan petani mengubah pola pemupukan mereka. 

Karena itu, pemerintah didesak agar memberikan dukungan yang nyata, bukan sekadar wacana.

“Kalau pemerintah serius ingin mendorong pertanian berkelanjutan, maka harus ada insentif, subsidi yang terarah, dan kebijakan yang mempermudah industri pupuk organik tumbuh. Jangan biarkan industri berjalan sendiri,” pungkasnya.

Firman menegaskan bahwa arah pembenahan industri pupuk harus dilakukan secara simultan: menjamin pasokan gas, memperbaiki tata kelola harga, mendorong modernisasi teknologi, dan mempercepat transformasi ke pupuk organik. 

Dengan begitu, ketersediaan pupuk dalam negeri dapat lebih stabil dan daya saing industri pupuk Indonesia dapat meningkat di tengah dinamika global yang terus berubah. * (putri)