Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Masyarakat Didorong Alokasikan Sepertiga Uang THR untuk Investasi

Gambar pergerakan saham emiten di Bursa Efek Indonesia. Masyarakat didorong memanfaatkan THR untuk berinvestasi di pasar keuangan. suaratani.com-dok 


SuaraTani.com-Medan|  Para pekerja kantoran saat ini tentu sedang punya uang lebih dalam bentuk tunjangan hari raya (THR) dari perusahaan masing-masing. Begitupun para entrepreneur sedang banyak keuntungan, misalnya penjual kue lebaran, baju, kain dan lain-lain yang berlimpah pesanan di masa ini.

Bagaimana kalau keuntungan usaha dan THR itu dialokasikan sepertiganya untuk dana investasi. Dengan mengalokasikan dana investasi dari THR, 30% saja, otomatis tidak mengganggu biaya kebutuhan rutin. Dan sisanya 70% masih bisa digunakan untuk memenuhi keinginan dan berbagi selama Lebaran.

Kepala Kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Sumatera Utara (Sumut) Pintor Nasution mengatakan, akan lebih ringan menyisihkan uang THR untuk investasi dibanding menggunakan pemasukan tiap bulan. 

“Yang kalau rutin dilakukan setiap tahun, lama-lama nilai investasi akan menggunung dalam jangka panjang,” ujar Pintor di Medan, Sabtu (8/5/2021).

Sebenarnya apa kegunaan berinvestasi? Menurut Pintor, investasi dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan di masa depan., karena nilai uang di masa depan bisa menurun akibat inflasi (kenaikan harga barang dan jasa). Jika hanya menabung, bisa jadi nilai uang yang disimpan sulit untuk mencukupi kebutuhan di masa nanti, misalnya 10 atau 20 tahun lagi. Salah satu cara untuk membuat nilai uang kita tetap sama dengan nilai uang di masa depan adalah dengan berinvestasi. Sementara, menabung tujuannya untuk mempersiapkan dana likuid dalam jangka pendek.  

“Uang di tabungan semestinya betul-betul hanya untuk penyimpanan uang kebutuhan sehari-hari sampai dengan setahun saja,” terangnya.

Pintor melanjutkan,  untuk mendapatkan hasil yang sama atau melebihi kenaikan harga atau inflasi, maka harus dipahami kemana sebaiknya kita mengalokasikan dana investasi. Pada masa lalu, orang tua atau kakek-nenek kita biasa mengatasi inflasi dengan membeli emas atau tanah. Ketika ada kebutuhan di masa depan, mereka menjual emas dan aset tanah. Namun, berinvestasi dalam bentuk barang atau tanah tentu tidak mudah, apalagi jika ada kebutuhan yang sifatnya mendadak atau segera.

Di masa modern saat ini, ada pilihan investasi yang lebih praktis dan likuid (mudah diuangkan), yakni dengan membeli reksa dana di manajer investasi maupun saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), atau biasa disebut dengan investasi portofolio. Saham atau reksa dana yang dibeli sebagai investasi, bentuknya berupa bukti kepemilikan elektronik, sehingga tidak susah disimpan. Bandingkan dengan investasi emas yang membutuhkan tempat penyimpanan dan risiko kehilangan. 

“Termasuk juga membutuhkan biaya perawatan dan pajak tahunan,” katanya.

Sementara untuk saham atau reksa dana dipastikan Pintor  mudah dijualbelikan di BEI. Setiap hari ada transaksi jual dan beli di pasar saham. Harga yang terbentuk juga berdasarkan harga penawaran dan permintaan melalui sistem perdagangan, sehingga tidak perlu repot menentukan harga. Bandingkan dengan menjual aset tanah yang bisa memakan waktu berbulan-bulan, bahkan tahunan untuk menemukan harga dan pembeli yang cocok. 

"Hasil investasi saham dan reksa dana bisa memberikan keuntungan (return) yang optimal untuk melawan inflasi dalam jangka panjang. Tentu dalam perjalanannya akan ada risiko fluktuasi (naik turun) harga saham. Namun sejarah menunjukkan, dalam siklus 5 dan 10 tahun, trennya terus meningkat yang sekaligus menunjukkan ruang untuk bertumbuh masih besar. Oleh karena itu, tidak perlu lagi untuk rutin berinvestasi" tutupnya. *(ika)