Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Lepas 40% Saham, NSS akan Gunakan Dana IPO untuk Penuhi Permintaan Pasar

Komisaris PT Nusantara Sawit Sejahtera, Dr Robiyanto. suaratani.com - dok
  

SuaraTani.com - Jakarta| PT Nusantara Sawit Sejahtera (NSS) akan melakukan penawaran umum saham perdana (IPO) guna meningkatkan permodalan dalam rangka menyongsong prospek bisnis CPO yang masih sangat potensial. 

NSS berencana menggelar IPO di akhir tahun 2021 atau awal tahun 2022. NSS akan melepas sebanyak-banyaknya 40% saham dari modal yang disetor penuh. Harga penawaran diperkirakan berkisar antara Rp135 – Rp150 per unit saham dan target perolehan dana dari kegiatan penawaran umum saham perdana ke publik sekitar Rp2 triliun. 

Komisaris PT Nusantara Sawit Sejahtera, Dr Robiyanto, mengatakan prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat luar biasa. Semenjak berdiri pada tahun 2008, NSS memiliki permintaan pasar yang sangat besar, yang hingga saat ini masih belum dapat dipenuhi karena terbatasnya kapasitas produksi. 

“Dana hasil IPO ini akan kami gunakan untuk memampukan NSS dalam memenuhi permintaan pasar yang saat ini belum dapat kami penuhi. Sebagai catatan, pasar yang ada di dalam negeri saja, prospeknya masih sangat besar,” jelas Robiyanto, Kamis (25/11/2021), di Jakarta.

Robiyanto menjelaskan, NSS memiliki basis pelanggan yang sangat kuat seperti Sinarmas, Wings, Musimas, Wilmar dan perusahaan besar lainnya. Pelanggan NSS membayar dengan metode FOB secara cash basis. 

Besarnya gap antara permintaan dan produksi, mendorong perusahaan untuk mencari tambahan modal guna meningkatkan kapasitas produksi.  

Saat ini, kata dia, NSS memiliki lahan inti sekitar 26.597 hektare dan sedang dalam proses pengembangan lahan plasma fase 1 seluas 2.500 hektare hingga tahun 2024. Rata-rata umur tanaman baru sekitar 8 tahun, sehingga masa produksi tanaman masing sangat panjang. Perusahaan, juga memiliki satu pabrik kelapa sawit (PKS) dengan kapasitas 60 ton per jam saat ini. 

Produksi tahunan untuk Tandan Buah Segar (TBS) sebanyak 20 ton per hektare dan CPO 93.500 ton per tahun. Rendemen (Oil Extraction Rate/OER) atau persentase produk yang dihasilkan dibanding dengan bahan baku yang terolah relatif tingggi, yaitu 22%. Dari kinerja keuangan, perusahaan diperkirakan akan membukukan laba bersih sekitar Rp220 miliar tahun ini.

“Setelah IPO, NSS menargetkan dalam lima tahun ke depan atau tahun 2027, sudah memiliki lahan plasma seluas 10.000 hektare, sebanyak 3 PKS dengan kapasitas 180 ton per jam dan 2 PKS dengan kapasitas 90 ton per jam,” ucap Robiyanto. 

Dengan pengembangan kapasitas bisnis ini, tambahnya, produksi tahunan ditargetkan meningkat menjadi di atas 23 ton per hektare per tahun, CPO sebanyak 240.000 ton dengan OER sebesar 24%. Laba bersih perusahaan diperkirakan akan naik menjadi sekitar Rp937 miliar pada lima tahun mendatang.

Dia meyakini target ini dapat tercapai karena NSS juga didukung oleh logistik yang unggul, yaitu direct-piping dari pabrik CPO ke pengapalan sejauh 1,5 kilometer yang membuat biaya logistik menjadi rendah. 

NSS juga, kata Robiyanto, memiliki basis pelanggan di dalam negeri yang sangat kuat. Potensi perusahaan meningkatkan penjualan di pasar domestik masih sangat kuat, sedangkan NSS juga sangat berpotensi untuk merambah pasar ekspor.

“Keunggulan NSS dibanding perusahaan yang sama-sama di industri kelapa sawit adalah umur tanaman relatif muda, sehingga akan sangat menjanjikan untuk investasi jangka panjang karena masa produktif tanaman masih panjang,” papar Robiyanto. 

Dikatakannya, NSS juga memproduksi kualitas CPO dengan kualitas premium karena memiliki asam lemak bebas di atas 3%. Berada pada lokasi premium karena dekat dengan bandara, pelabuhan dan perkebunan. 

Kemudian, daya distribusi yang rendah tanpa trucking dengan menggunakan direct-piping, serta didukung manajemen yang berpengalaman dan memiliki pemimpin yang sangat berpengalaman serta dapat mengikuti dinamika di sektor sawit. 

“Keunggulan sawit dibandingkan minyak nabati lain yang juga menjadi prospek bisnis menjanjikan bagi NSS. Minyak sawit diperkirakan masih akan menguasai pasar minyak nabati dunia di masa mendatang. Hal ini karena CPO lebih efisien dari penggunaan lahan, harga, mengurangi emisi karbon dan mendukung upaya Pemerintah menciptakan lapangan kerja baru,” terangnya. 

Dia memaparkan produktivitas tanaman kelapa sawit 3,5 ton per hektare, minyak biji rapa 0,81 ton per hektare, minyak biji kedelai 0,44 ton per hektare, minyak biji wijen hanya 0,10 per hektare. 

Dibandingkan dengan harga CPO saat ini Rp14.900 per liter,  CPO menurut Robiyanto, relatif lebih ekonomis jika dibandingkan dengan harga minyak rapa sekitar Rp35.000 per liter dan minyak wijen Rp138 ribu per liter.

“Industri kelapa sawit adalah bisnis padat karya, sehingga mampu menyerap tenaga keja lebih banyak dibandingkan dengan minyak nabati lain. Untuk 100.000 hektare lahan diperlukan 2.000 tenaga kerja,” ujar Robiyanto.* (junita sianturi)