Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Harga Pupuk Tinggi, Petani Padi di Simalungun Tunda Tanam

Ilustrasi. Pengecekan pupuk di gudang Petrokimia Gresik. Saat ini sejumlah petani di Kabupaten Simalungun terpaksa menunda penanaman padi karena ketiadaan pupuk subsidi dan harga pupuk non subsidi sangat tinggi. suaratani.com - ist

SuaraTani.com – Simalungun| Tingginya harga pupuk non subsidi dan sulitnya memperoleh pupuk subsidi  membuat sejumlah petani di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) terpaksa menunda bercocok tanam. 

Seperti yang terjadi di Desa Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun. Sejak panen padi sawah bulan September 2021 lalu hingga kini belum melakukan penanaman kembali.

“Harusnya di bulan Oktober atau November lalu kami sudah berocok tanam lagi, tapi karena pupuk subsidi tidak ada dan pupuk non subsidi harganya tinggi, kami tak mampu membelinya. Jadi, kami terpaksa menunda tanam sampai pupuk subsidi benar-benar tersedia di kios-kios pupuk,” kata Saril Manurung, petani padi sawah di Lumban Lintong kepada SuaraTani.com, Senin (17/1/2022). 

Kesulitan memperoleh pupuk subsidi menurut Saril sudah berlangsung cukup lama. Kalau pun ada jumlahnya tidak banyak. Akibatnya, tidak semua petani dapat memperoleh pupuk. 

Untuk membeli pupuk non subsidi, kata dia, tidak semua petani sanggup mengingat harganya yang sangat mahal. Untuk pupuk urea Kaltim, harganya mencapai Rp570.000 per sak (50 kg/sak). 

“Karena tingginya harga pupuk, petani terpaksa mengurangi dosis. Tadinya, katakanlah 200 kg per hetare menjadi 100 kg per hektare. Daripada tidak dipupuk, petani juga yang akan rugi, produksi akan rendah,” kata dia. 

Hal yang sama juga dikatakan L. Gultom, petani padi lainnya di Dusun Lumban Lintong, Desa Pokan Baru, Menurutnya, kondisi pupuk subsidi  yang sulit diperoleh membuat petani tidak melakukan penanaman hingga saat ini.

“Setelah panen September lalu, kami masih membiarkan sawah tidak diolah. Kemungkinan besar baru akan mulai tanam Februari 2022 mendatang, setelah pupuk subsidi masuk,” jelasnya.

Akibat minimnya pasokan pupuk subsidi dan mahalnya harga pupuk non subsidi membuat produksi gabah petani di desa mereka menurun. Padahal harga gabah saat itu sedang bagus.

“Harga panen kemarin mencapai Rp4.200 - Rp4.300 per kg untuk gabah basah. Tapi petani tidak bisa menikmati harga tersebut karena produksi yang diperoleh berkurang," kata Gultom.

Kesulitan memperoleh pupuk juga dirasakan Rudi Tarigan, petani bawang merah di Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun.  Menurutnya, harga pupuk nonsubsidi sudah di atas Rp500.000 an per kg.

“Harga pupuk tinggi sementara harga jual bawang merah rendah, yang ada petani merugi,” kata Rudi. 

Mereka sangat berharap ketersediaan pupuk subsidi selalu ada di kios-kios resmi sehingga petani dapat memperoleh pupuk subsidi kapan saja dibutuhkan. * (junita sianturi)