SuaraTani.com – Medan| Harga daging sapi di sejumlah pasar tradisional di Kota Medan belakangan ini memang mengalami kenaikan.
Kalau dalam 2 tahun terakhir harga daging sapi itu berkisar Rp115 ribu hingga Rp125 ribu per kilogram, maka dalam sepekan terakhir harga daging sapi dijual dalam rentang Rp125 hingga Rp140 ribu per kg.
Pemerhati ejkonomi Sumatera Utara (Sumut), Gunawan Benjamin, menduga pemicu naiknya harga daging sapu ini karena memang dari harga sapi indukan di Australia yang belakangan naik.
Kalau sebelumnya harga sapi indukan dari Australia itu jika dirupiahkan sekitar Rp52 ribu hingga Rp54 ribu per kg sapi hidup, maka saat ini harga sapi di Australia itu dijual dikisaran harga AUS$5.6.
“Kalau ditambahkan dengan biaya freight dan asuransi yang sekitar AUS$1.1 per kilo sapi hidup, maka harga sapi bakalan itu sekitar Rp62 ribu hingga Rp64 ribu per kg nya sampai di Medan,” ujar Gunawan di Medan, Rabu (2/3/2022).
Dikatakan Gunawan, dari hasil pengamatannya di lapangan, harga jual sapi setelah digemukkan di Indonesia itu tidak terlalu jauh dengan harga sapi saat dibeli. Tetapi perusahaan penggemukan sapi mendapatkan keuntungan itu dari bobot sapi yang bertambah. Jadi kalau dibeli dari Australia bobotnya 150 kiloan, maka setelah digemukan bobotnya menjadi sekitar lebih dari 350 kilo. Tentunya ada penambahan biaya penggemukan lagi.
“Jadi kalau dihitung harga keekonomian daging sapi, hanya daging saja tidak termasuk tulang, kepala, kaki, ekor, kulit, isi perut, darah, dan jeroan, maka berdasarkan harga sapi yang mencapai Rp62 ribu hingga Rp64 ribu per kilonya itu bisa menciptakan harga daging sapi sekitar Rp110 hingga Rp120 ribuan per kg,” katanya.
Karena itu menurut Gunawan, kalau harga daging sapi di tingkat pedagang pengecer saat ini dijual dalam rentang Rp125 ribu hingga Rp140 ribu itu wajar. Tetapi tentunya akan dikeluhkan oleh para konsumen, apalagi konsumsi daging sapi belum sepenuhnya pulih dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Sejauh ini, konsumsi daging sapi itu masih sekitar 50% dari rata rata konsumsi sebelum pandemic, dan biasanya yang mengkonsumsi daging sapi ni merupakan masyarakat dari kalangan ekonomi menengah ke atas.
Kondisi ini membuat pedagang maupun perusahaan penggemukan sapi itu terbebani.
Pertama dari tren konsumsi yang turun, dan kedua dari kenaikan harga. Keuntungan menjadi kian tipis, atau bahkan berpeluang merugi jika mengikutkan biaya tenaga kerja, sewa lapak jualan hingga penyusutan.
“Jadi ada yang beranggapan kita jangan terlalu pusing dengan kenaikan harga tersebut. Anggapan tersebut tidak bisa dibenarkan sepenuhnya. Kita juga harus memikirkan bagaimana nasib pedagang dan pelaku UMKM. Karena konsumsi daging sapi di Medan, sekitar 70% justru dikonsumsi oleh pedagang bakso atau pelaku UMKM lain,” tutupnya. *(ika)