SuaraTani.com – Medan| Angka kemiskinan Sumatera Utara (Sumut) pada September 2022 mengalami penurunan sebesar 0,09 poin menjadi 8,33% jika dibandingkan Maret 2022 yang tercatat sebesar 8,42%.
Ketua Tim Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Sumut, Azantaro, mengatakan, angka kemiskinan ini setara dengan 1,26
juta jiwa pada September 2022.
atau berkurang sekitar 6,1 ribu jiwa dalam satu semester
terakhir,” ujar Azantaro saat memaparkan Berita Resmi Statistik terkait profil
kemiskinan di Sumut, Senin (16/1/2023).
Dijelaskannya, jika dilihat berdasarkan
tempat tinggal, maka persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada
September 2022 sebesar 8,63%, dan di daerah pedesaan sebesar 7,96%.
“Baik daerah perkotaan maupun perdesaan mengalami penurunan
masing-masing sebesar 0,13 poin, dan 0,02 poin jika dibandingkan Maret 2022,”
terangnya.
Pada periode Maret 2022 - September 2022, Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) mengalami peningkatan, namun sebaliknya, Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) menunjukkan adanya penurunan. P1 naik dari 1,365 pada Maret
2022 menjadi 1,411 pada September 2022, sementara P2 turun dari 0,343 menjadi
0,339.
Naiknya P1 mengindikasikan adanya kecenderungan peningkatan
rata-rata pengeluaran penduduk miskin yang kurang mampu mengikuti peningkatan
garis kemiskinan, atau dengan kata lain kesenjangan pengeluaran penduduk miskin
terhadap garis kemiskinan berkurang.
Pada September 2022, Garis
Kemiskinan tercatat sebesar Rp.592.025,-/kapita/ bulan dengan komposisi Garis
Kemiskinan Makanan sebesar Rp.448.623,- (75,78%) dan Garis Kemiskinan Bukan
Makanan sebesar Rp.143.402,- atau sekitar 24,22%.
“Selanjutnya P2 - yang memberikan gambaran mengenai
penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin - turunnya indeks ini
mengindikasikan berkurangnya ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin,
atau dengan kata lain penyebaran pengeluaran semakin baik atau merata,” imbuhnya.
Secara umum kata Azantaro, pada periode Maret 2012 –
September 2022 tingkat kemiskinan di Sumut secara linear cenderung menurun
meskipun terjadi fluktuasi dalam jumlah maupun persentase penduduk miskin.
Ada 2 fase turun naik yang terjadi, fase pertama dari Maret
2012 cenderung menurun hingga Maret 2014 dan kemudian meningkat hingga
September 2015.
Fase kedua terjadi penurunan pada Maret 2016 hingga
September 2019, lalu mulai meningkat pada Maret 2020.
Kenaikan tingkat kemiskinan pada fase pertama, khususnya
pada Maret 2015 hingga Maret 2017 dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan
pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.
Sementara itu, kenaikan jumlah dan persentase penduduk
miskin pada fase kedua, periode Maret 2020 hingga September 2020 merupakan
dampak terjadinya pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia.
“Sebaliknya keadaan sejak Maret 2021 hingga September 2022
terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin, kembali ke level
sebelum terjadinya pandemi,” tutupnya. *(ika)


