Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dampak Kebangkrutan Silicon Valley Bank, Bursa Saham Terpuruk

Grafik pergerakan IHSG. Kebangkrutan salah satu bank di Amerika Serikat memberi dampak negatif bagi kinerja IHSG.suaratani.com-ist

SuaraTani.com – Medan| Kebangkrutan Silicon Valley Bank di Amerika Serikat masih menjadi hal yang menakutkan bagi pasar. 

Sejauh ini dampak dari kebangkrutan tersebut sangat terlihat dari penurunan kinerja indeks bursa saham di banyak negara. 

Kondisi ini dinilai Analis Keuangan Sumatera Utara (Sumut), Gunawan Benjanmin masih awal dari kemungkinan lain yang bisa saja lebih buruk dari yang terlihat.

Kalau melihat kondisi pasar saat ini, bursa saham di tanah air atau IHSG terpantau mengalami koreksi yang signifikan dalam 2 hari perdagangan terakhir. 

IHSG pada hari ini terkoreksi 0.21% di level 6.628,14, dan pada perdagangan sehari sebelumnya sempat terpuruk hingga 2% lebih lebih. 

Pada awal pekan, IHSG masih mampu ditutup di zona hijau, dimana pelaku pasar kala itu menanti apakah Bank Sentral AS dan Pemerintah AS akan menyelematkan bank tersebut. 

“Namun, pemerintah AS justru fokus menyelamatkan nasabah bank, tetapi tidak dengan banknya itu sendiri,” ujar Gunawan Benjamin di Medan, Rabu (15/3/2023).

Sementara kinerja mata uang rupiah belakangan justru mampu menguat dibandingkan dengan kinerja penutupannya pada akhir pekan sebelumnya. 

Pada sesi perdagangan sore, rupiah ditransaksikan di kisaran 15.370 per US dolar, membaik dibandingkan dengan posisi akhir pekan lalu yang sempat bertengger di kisaran harga 15.445 per US dolar. Rupiah masih diuntungkan dengan prahara sektor perbankan yang tengah terjadi di AS.

“Saya melihat dampak buruk dari kebangkrutan tersbeut belum akan membuat fundamental ekonomi di tanah air terganggu. Meski demikian efek dominonya perlu kita waspadai, terlebih kalau nantinya menjalar ke perbankan lain dan menimbulkan masalah sistemik. Walaupun memang belum terlihat begitu mengkhawatirkan sejauh ini, akan tetapi setidaknya kita perlu waspada,” kata Gunawan mengingatkan.

Karena sekalipun ada kebangkrutan pada perbankan di AS, Gunawan menilai The FED atau Bank Sentral AS sejauh ini masih akan menaikkan bunga acuannya. 

Karena targetnya adalah pengendalian inflasi (2%) serta penciptaan lapangan kerja. Dimana pasar tenaga kerja masih membaik, sementara inflasi masih bertahan tinggi 6% secara YoY.

Efek domino dari kenaikan bunga acuan Bank Sentral AS itu bisa mendorong kenaikan bunga acuan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. 

Dan tentunya kenaikan bunga acuan akan menekan laju pertumbuhan ekonomi di manapun. Dan masalah kenaikan bunga acuan The FED selama ini di gadang-gadang sebagai pemicu kebangkrutan bank di AS.

Jadi masih ada ancaman lain kalau seandainya bunga acuan di AS terus akan naik. Dampaknya perlu dipertimbangkan. 

“Karena selama kenaikan bunga acuan di AS belum berhenti, maka kita masih perlu mewaspadai kemungkinan potensi adanya kebangkrutan Bank yang lain, hingga ancaman resesi ekonomi yang memang diyakini akan menghantam ekonomi AS di tahun ini,” pungkasnya. *(ika)