SuaraTani.com - Jakarta| Komisi IX DPR RI mendukung rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang akan mewajibkan pencantuman label nilai gizi atau nutrisi pada makanan kemasan.
Kebijakan ini bertujuan untuk menunjukkan kadar gula, garam, dan lemak (GGL) dalam produk makanan.
"Kami mendukung kebijakan tersebut dan mendorong BPOM untuk segera merealisasikan rencana ini. Pelabelan nilai gizi di produk makanan harus menjadi norma, bukan sekadar wacana," ujar Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina, Jumat (27/9/2024) di Jakarta.
Menurutnya, rencana labelisasi kemasan pangan ini sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terkait komitmen dalam menangani penyakit tidak menular (PTM). Seperti stroke, jantung, dan diabetes yang merupakan tiga penyebab utama kematian di Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan PTM tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang mencakup pengendalian PTM melalui pengaturan konsumsi GGL.
Seharusnya, kata Arzeti, kebijakan ini telah diterapkan sejak lama sehingga masyarakat dapat menghindari penyakit tidak menular yang banyak disebabkan karena kelebihan dalam mengonsumsi GGL.
"Pola makan menjadi fondasi untuk menjaga kesehatan. Kita tahu penyakit seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung sebagian besar dapat dihindari dengan mengatur pola konsumsi yang lebih baik,” ungkap Legislator dari Dapil Jawa Timur I itu.
“Maka labelisasi kandungan nutrisi pada makanan harus menjadi persyaratan yang tidak bisa ditawar lagi," sambung Arzeti.
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit tidak menular menyebabkan 41 juta orang meninggal setiap tahunnya yang setara dengan 74% dari seluruh kematian secara global.
Setiap tahun, lebih dari 15 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular atau Non Communicable Disease (NCD) pada usia 30 dan 69 tahun yang mana 85% dari kematian ‘prematur’ ini terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.
Masalah PTM sendiri tengah menjadi tantangan di dunia kesehatan Indonesia. Belakangan banyak dilaporkan PTM banyak dialami oleh generasi muda Indonesia akibat GGL berlebih, bahkan ada yang masih anak-anak.
Arzeti berharap program-program penanggulangan dan pencegahan PTM harus semakin diperbanyak, termasuk lewat kebijakan label gizi pada produk makanan kemasan.
Dengan begitu, masyarakat sebagai konsumen dapat lebih mudah mengenali produk makanan atau minuman yang tidak sehat karena ada labelisasi nutrisi.
"Kesehatan masyarakat harus menjadi prioritas, sehingga pelabelan yang efektif bukan hanya sekadar langkah tetapi harus menjadi bagian dari tanggung jawab penyelenggara negara untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan masyarakat," imbuh Arzeti.
Sebenarnya aturan soal pelabelan nutrisi ini sudah ada dalam Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2021 yang mengatur tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan.
Aturan itu terkait label gizi pada pangan olahan mencakup kewajiban untuk mencantumkan tabel informasi nilai gizi dan pelabelan gizi di bagian depan label (front of pack nutrition labelling/FOPNL).
Hanya saja untuk saat ini, pelabelan tersebut bersifat sukarela agar masyarakat lebih mudah memahami kandungan gizi produk.
BPOM masih melakukan kajian mengenai ketentuan soal pencantuman FOPNL sesuai dengan PP Nomor 28 Tahun 2024 dan hasil monitoring pelabelan gizi yang telah dilakukan. * (wulandari)