Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Legislator Usul Lahan Bekas Tambang Jadi Perkebunan Penghasil Energi Terbarukan

Anggota Komisi XII DPR RI, Ateng Sutisna. foto: ist

SuaraTani.om - Jakarta| Anggota Komisi XII DPR RI, Ateng Sutisna, mengusulkan agar lahan-lahan bekas tambang dan kawasan hutan yang digunakan oleh industri migas dapat dimanfaatkan untuk menanam tanaman penghasil energi terbarukan seperti bioetanol.

Menurut Ateng, langkah ini tidak hanya sejalan dengan agenda pengurangan emisi dan ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga dapat menekan biaya produksi energi baru tanpa mengorbankan ketahanan pangan nasional.

“Banyak kawasan hutan yang dipinjam pakai oleh perusahaan tambang dan migas. Mereka punya kewajiban melakukan reklamasi dan rehabilitasi daerah aliran sungai. Nah, seharusnya ini bisa diarahkan ke tanaman yang menghasilkan bioetanol atau bahan energi terbarukan,” ujar Ateng.

Ia mengatakan itu dalam rapat dengar pendapat Komisi XII DPR RI bersama Dirjen Migas dan Dirjen EBTKE Kementerian ESDM di Senayan, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Ateng menjelaskan, saat ini ada lebih dari satu juta hektare lahan yang digunakan oleh sektor tambang dan migas di kawasan hutan. 

Bila sebagian dari lahan itu dimanfaatkan untuk tanaman energi, Indonesia dapat memperluas sumber bahan bakar terbarukan tanpa harus membuka hutan baru atau memperluas perkebunan sawit.

“Bayangkan kalau satu juta hektare itu diarahkan untuk bioetanol, tidak akan mengancam ketahanan pangan. Malah punya sektor sendiri dan bisa jadi solusi hijau,” tambahnya.

Ateng juga menyoroti bahwa program tersebut bisa menjadi bentuk kolaborasi lintas sektor antara ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta pelaku industri energi dan tambang. 

Ia menilai, kebijakan rehabilitasi hutan selama ini masih sebatas penghijauan tanpa nilai ekonomi berkelanjutan.

“Selama ini Kementerian Kehutanan menanam supaya hijau saja. Padahal bisa diarahkan ke tanaman yang bernilai, seperti aren atau bahan baku bioetanol,” katanya.

Selain berdampak lingkungan, ia menilai langkah tersebut juga bisa memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan tambang. 

Warga dapat dilibatkan dalam penanaman dan pengelolaan tanaman energi, sekaligus mendapatkan tambahan pendapatan.

“Selama ini mereka bekerja dengan masyarakat. Nanti yang mengambil aren itu biar masyarakat, jadi sumber pendapatan baru bagi mereka,” ucap Legislator Fraksi PKS itu.

Meski mengakui biaya produksi energi terbarukan masih relatif tinggi, Ateng berpendapat program seperti ini harus tetap dijalankan sebagai bagian dari strategi menuju kemandirian energi nasional.

“Kalau sedikit lebih mahal, tidak apa-apa. Yang penting kita jalan menuju kemandirian energi, daripada terus bergantung pada impor,” tegasnya.

Usulan Ateng tersebut menjadi warna baru dalam diskusi Komisi XII DPR RI yang tengah membahas implementasi B40–B50 dan rencana kebijakan E10. Ide ini dinilai selaras dengan arah kebijakan energi bersih sekaligus memperkuat komitmen Indonesia dalam mencapai target Net Zero Emission pada 2060. * (putri)