SuaraTani.com – Karo| Komoditas vanili dan produk turunan yang berasal dari Sumatera Utara (Sumut) mulai diminati eksportir karena memiliki kualitas yang mampu bersaing di pasar dunia.
Hendi Situmorang, perwakilan PT Sumber Bukit Jaya, perusahaan eksportir vanili terbesar di Sumut mengatakan, vanili merupakan komoditas pertanian yang bernilai tinggi.
"Dari sisi pengiriman saja kita harus menggunakan transportasi udara, tidak bisa disamakan dengan komoditas lain yang dikirim lewat laut," ujarnya, Selasa (28/12/2021) di Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga, Kabupaten Karo.
Sejauh ini, kata dia, vanili dari Sumut sudah menarik minat banyak negara di Eropa dan Asia yang kemudian menjadi tujuan ekspor. Produk vanili yang dikirim adalah buah yang sudah dikeringkan (Vanili Bean) atau sudah menjadi bubuk (Vanili Powder).
Di negaranya masing-masing, produk vanili dari Sumut digunakan untuk berbagai kegunaan, antara lain sebagai bahan perasa makanan, pewangi, dan kosmetik.
Dari petani, perusahaannya membeli vanili dengan harga Rp200-300 ribu per kg, tergantung kualitasnya. Saat ini Sumut memiliki beberapa daerah sentra vanili dan yang terbesar adalah Kabupaten Karo. Diikuti daerah-daerah di sekitar Danau Toba, kemudian Deliserdang dan Langkat.
Selain menjadi sentra utama, kualitas vanili dari Tanah Karo juga relatif lebih bagus dari daerah-daerah lain di Sumut. Bahkan kualitas vanili Karo merupakan yang terbaik di Indonesia.
Dia mencatat, Sumut sudah mampu memproduksi 10 ton vanili setiap bulan, yang mana seperempat di antaranya berasal dari Desa Perbesi di Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo.
Perbesi menjadi sentra vanili di Karo karena memiliki petani yang relatif banyak dan bersungguh-sungguh membudidayakan tanaman ini. Kendati demikian, dia mengakui bahwa kualitas vanili dari Perbesi masih butuh peningkatan bila mengacu pada standar pasar dunia.
“Secara fisik, ukuran buah masih perlu diperbesar dan tingkat kematangan juga masih perlu lebih diperhatikan saat panen,” jelasnya.
Dikatakannya, upaya memperbesar buah vanili sebenarnya dapat dilakukan dengan mudah. Diantaranya, dengan mengurangi jumlah buah pada setiap tandan dan mengurangi jumlah tandan dari setiap pohon.
“Produksi buah juga akan jauh lebih baik bila aktivitas perawatan dilakukan secara rutin, bahkan hingga pada keteraturan jam. Jika hal-hal itu dilakukan, petani akan mendapat satu kilogram (kg) vanili hanya dengan 25-30 buah, berbeda dari saat ini yang membutuhkan hingga 70 buah,” ucap Hendi.
“Salah satu alasannya, karena produksi buah vanili akan bertambah lima kali lipat setiap tahun pada tanaman yang sama. Dengan kata lain, semakin tua tanaman vanili, maka kemampuan produksinya juga akan semakin besar. Tinggal bagaimana para petani dapat lebih memerhatikan kualitas buah," ujarnya.
Karena itu, lanjut Hendi, perusahaannya sangat mengapresiasi dukungan yang diberikan Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan. Seperti memberikan bimbingan teknis (bimtek) kepada para petani vanili di Desa Perbesi, Senin (27/12/2021) bersama Kepala Karantina Pertanian Kelas II Medan, Lenny Hartati Harahap.
Dia berharap, Karantina Pertanian Medan terus melanjutkan program bimtek ini ke daerah-daerah penghasil vanili lain di Sumut dan Kabupaten Karo khususnya. Selain, teknis persyaratan kualifikasi ekspor dia juga meminta Karantina Pertanian Medan membimbing petani untuk menghadapi jamur.
"Selama ini serangan jamur menjadi penyebab utama penurunan kualitas buah vanili. Sampai sekarang belum ada jalan keluarnya," ungkap Hendi.
Saat ini, kata dia, acuan kualitas vanili di pasar dunia adalah komoditas dari Madagaskar. Karena itu, dia juga berharap Karantina Pertanian Medan ikut membantu menyosialisasikan ke berbagai pihak di dalam dan luar negeri bahwa vanili dari Sumut sama baiknya dengan komoditas dari Madagaskar. * (junita sianaturi)